Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan sejumlah modus yang digunakan dalam penyalahgunaan solar bersubsidi. Praktik ini membuat penyalurannya melebihi kuota dan menyebabkan kelangkaan di sejumlah daerah.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati membeberkan sejumlah praktik-praktik penyalahgunaan solar subsidi seperti pengoplosan solar di Muara Ening, Sumatera Selatan, dengan barang bukti sebanyak 108 ton solar oplosan yang siap didistribusikan.
"Solar itu dioplos dari minyak sulingan dengan biosolar," kata Erika dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Selasa (29/3).
Kemudian BPH Migas juga menemukan penyalahgunaan solar subsidi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dengan modus pembelian solar dengan menggunakan jerigen-jerigen yang kemudian dibawa dan ditimbun.
Selain itu, melalui rekaman CCTV, Tim BPH Migas dan aparat penegak hukum juga juga menemukan penyalahgunaan solar subsidi di Sumedang dan Purwakarta, Jawa Barat dengan modus melakukan pembelian dengan mobil yang tangkinya telah modifikasi.
Praktik pembelian yang tak tepat sasaran juga ditemukan di lapangan. Tim BPH Migas mendapati dari hasil pengawasan menemukan truk-truk pertambangan dan perkebunan yang ikut mengantri di sejumlah SPBU. “Memang di daerah pertambangan, antrian terbanyak dari truk pertambangan dan dari perkembunan,” ucap Erika.
Guna melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap penyaluran solar subsidi, BPH Migas berupaya mengubah atau merivisi sejumlah aturan seperti SK BPH Migas No. 4 Tahun 2020 tentang Pengendalian Penyaluaran JBT untuk Komsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang.
Kemudian surat rekomendasi untuk pembelian solar subsidi untuk usaha pertanian, perikanan, usaha mikro, dan layanan umum susuai Peraturan BPH Migas No.17 tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis BBM Tertentu.
“Saat ini kami sedang mengevaluasi aturan ini yang kami rasa perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini dan ke depannya. Jadi ini sedang dalam proses untuk dilakukan revisi,” ujar Erika.
Pada kesempatan RDP tersebut, mengatakan realisasi BBM solar subsidi hingga tanggal 27 Maret 2022 mencapai 3.796.872 kilo liter (KL) atau 25,14% dari kuota yang telah ditetapkan sejumlah 15,1 juta kilo liter.
Erika menambahkan, realisasi penyaluran solar subisidi sejak Januari hingga Maret 2022 sudah melampaui kuota. Bahkan pada Januari saja, kelebihan kuota sudah mencapai 10%, dengan realisasi penyaluran solar subsidi 1.346.265 KL dari kuota 1.233.663 KL.
Sementara hingga 27 Maret 2022, realisasi penyaluran solar subsidi juga sudah melebihi kuota dengan 1.203.383 KL dari kuota 1.118.917 KL. “Jika kegiatan ekonomi terus meningkat maka kuota solar 15,1 juta KL mungkin tidak akan mencukupi sampai dengan akhir tahun,” kata dia.
Kelebihan kuota pada BBM solar subsidi ini, ujar Erika, disebabkan oleh peningkatan konsumsi yang disebabkan oleh sejumlah faktor. Di antaranya proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2022 sebesar 5%. Ini menyebabkan lonjakan konsumsi sektor industri, terutama logistik dan transportasi.
Selain itu, harga sejumlah komoditas seperti batu bara, nikel, emas, dan kelapa sawit naik berdampak pada peningkatan konsumsi BBM dari lonjakan frekuensi kendaraan pengangkut hasil tambang dan perkebunan.
“Faktor lain yakni adanya disparitas harga antara solar subsidi dan solar non-subsidi. Hal ini mengakibatkan pergeseran konsumen yang tadinya mengonsumsi solar non-subsidi ke solar subsidi,” tuturnya.