Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN guna mendorong percepatan pembayaran kompensasi listrik dan BBM kepada PLN dan Pertamina.
Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto mengatakan kompensasi tersebut harus segera dibayar untuk menyelamatkan kedua BUMN energi tersebut.
"Intinya semuanya harus diselamatkan, yang pertama rakyat, yang kedua BUMN berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah," ujarnya dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (13/4).
Sebagai informasi, kompensasi merupakan biaya yang harus dibayarkan pemerintah kepada PLN dan Pertamina karena menahan harga jual BBM dan listrik ke masyarakat di bawah harga keekonomian.
Dua BUMN tersebut harus menanggung selisih antara harga jual dan harga keekonomian sebelum mendapat bayaran dari pemerintah. Adapun mekanisme pembayaran biasanya akan dilakukan setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan telah berkoordinasi dengan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan terkait pembayaran kompensasi. Dari hasil tersebut disepakati untuk melakukan pembayar secara bertahap. Arifin tidak menyebutkan spesifik jumlah besaran kompensasi yang harus dibayar pemerintah.
"Kami lakukan koordinasi tiga menteri, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, dan Menteri ESDM, dan beberapa waktu lalu memang sudah disepakati ada sejumlah yang akan dibayar," ujar Arifin.
Sebelumnya pemerintah memiliki utang kepada Pertamina dan PLN mencapai Rp 109 triliun. Utang ini merupakan kewajiban pembayaran kompensasi atas penyelenggaraan subsidi energi hingga akhir tahun lalu.
"Inilah yang disebut shock absorber. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengambil seluruh shock yang berasal dari kenaikan harga minyak dan biaya penyediaan listrik," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Maret, Selasa (28/3)
Adapun utang kompensasi tersebut terdiri atas sisa kewajiban tahun 2020 sebesar Rp 15,9 triliun. Nilai tersebut berasal dari kompensasi harga jual eceran bahan bakar minyak atau HJE BBM kepada Pertamina.
Kewajiban pembayaran kompensasi pada 2020 sebenarnya mencapai Rp 63,8 triliun tetapi sebagian besar sudah dilunasi pada tahun lalu.
Selain itu, pemerintah juga memiliki sisa kewajiban kompensasi untuk tahun 2021 sebesar Rp 93,1 triliun. Ini terdiri atas kompensasi HJE BBM kepada Pertamina sebesar Rp 68,5 triliun dan kompensasi tarif listrik ke PLN sebesar Rp 24,6 triliun.
Sri Mulyani menyebut lonjakan pada nilai kompensasi energi tersebut mengindikasikan bahwa APBN saat ini mulai menghadapi tekanan baru yakni pembengkakan belanja untuk subsidi. Belanja APBN sebelumnya banyak untuk kebutuhan kesehatan, kini beralih untuk menahan kenaikan harga-harga sejumlah kebutuhan masyarakat.
"Karena tidak melakukan perubahan harga BBM dan tarif listrik, maka kami harus bayar kompensasi ke PLN dan Pertamina," kata Menkeu.