Eropa akan Kehabisan Gas pada November Jika Rusia Setop Pasokan

ANTARA FOTO/REUTERS/Geert Vanden Wijngaert/Pool /WSJ/sad.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut tindakan Rusia menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria sebagai pemerasan.
Penulis: Happy Fajrian
29/4/2022, 13.51 WIB

Negara-negara Uni Eropa (UE) diperkirakan akan kehabisan gas pada musim gugur tahun ini jika Rusia memperluas penghentian aliran gasnya ke negara lain di kawasan tersebut yang menolak untuk membayar dalam rubel.

Pada Rabu (27/4) Rusia telah menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria. Namun kedua negara tersebut disebut dapat mengatasinya karena telah melakukan persiapan. Namun jika Rusia memotong pasokan ke negara-negara UE lainnya, khususnya Jerman dan Italia, maka persiapan Eropa akan sangat diuji.

Menurut Komisi Eropa, 45% dari total impor gas alam blok tersebut berasal dari Rusia. Menurut data Gas Infrastructure Europe, saat ini fasilitas penyimpanan gas di Uni Eropa hanya sekitar 32% penuh, jauh di bawah target 80% yang ingin dicapai pada November.

“(Persediaan gas) Eropa bisa bertahan hingga akhir musim gugur sebelum mulai kehabisan gas jika Rusia tiba-tiba memotong pasokannya,” kata analis di bank investasi Jerman, Berenberg, seperti dikutip dari CNN.com pada Jumat (29/4).

Langkah Rusia menghentikan pasokan gas ke Polandia dan Bulgaria menandai eskalasi signifikan dalam konflik ekonomi antara Rusia dan negara Barat, dan menjadi balasan paling serius oleh pemerintahan Putin atas sederet sanksi yang dijatuhkan sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menganggap ancaman penghentian aliran gas jika tidak dibayar dengan rubel sebagai pemerasan. Dia mengatakan negara-negara UE telah mengadakan pertemuan darurat pada Rabu (27/4), dan beberapa sudah mulai mengirim gas ke Polandia dan Bulgaria.

“Era bahan bakar fosil Rusia di Eropa akan segera berakhir. Eropa terus bergerak maju dalam masalah energi,” kata von der Leyen dalam sebuah pernyataan.

Namun blok ini bergerak cepat untuk menemukan pasokan alternatif dan memangkas permintaan. Pada Maret 2022, para pemimpin UE berjanji untuk mengurangi konsumsi gas Rusia sebesar 66% sebelum akhir tahun ini, dan memutus ketergantungan pada minyak dan gas Rusia pada 2027.

UE juga telah sepakat dengan Amerika Serikat (AS) untuk mengimpor lebih banyak gas alam cair (LNG) tahun ini. Sementara Jerman sedang mempercepat pembangunan terminal LNG, dan Italia telah menandatangani kesepakatan dengan Mesir dan Aljazair bulan ini.

"Langkah agresif terbaru oleh Rusia ini adalah pengingat lain bahwa kita perlu bekerja dengan mitra yang dapat diandalkan, dan membangun kemandirian energi kita," kata von der Leyen.

Polandia juga telah bersiap untuk menghadapi momen seperti ini. Meskipun gas Rusia menyumbang sekitar 55% dari total impornya pada 2020, negara tersebut telah mendiversifikasi sumber energinya dalam beberapa tahun terakhir, membangun terminal LNG, dan bersiap untuk membuka jalur pipa gas ke Norwegia akhir tahun ini.

PGNiG, perusahaan gas negara Polandia, juga mengatakan bahwa persediaan gas di penyimpanan gas bawah tanahnya hampir 80% penuh. Dan aliran gas di sepanjang pipa Yamal, rute pengiriman yang diputus oleh Rusia, sudah berkurang.

"[Gas melalui Yamal] menyumbang kurang dari 2% dari pengiriman pipa Rusia ke Eropa sejak awal tahun," Carsten Fritsch, analis energi, pertanian dan logam mulia di Commerzbank Research.

Keterngantungan Bulgaria terhadap pasokan gas Rusia lebih tinggi, yakni hampir 75% dari total impor gasnya. Tetapi pemerintahnya mengatakan Selasa bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk menemukan pasokan alternatif dan sedang membangun pipa gas ke Yunani.

"Saat ini, tidak ada tindakan pembatasan yang dikenakan pada konsumsi gas di Bulgaria," kata kementerian energi Bulgaria dalam sebuah pernyataan.

Adapun kekhawatiran utama Eropa saat ini adalah apabila Rusia menghentikan aliran gas ke Jerman, ekonomi terbesar kawasan itu. Jerman mengimpor 55% gasnya dari Rusia. Penghentian mendadak akan menjadi bencana bagi industri berat Jerman.

Apalagi industri di sana sudah bergulat dengan harga energi yang tinggi dan kekurangan bahan baku. Pemutusan tiba-tiba sumber energi utamanya dapat memangkas produksi dan ekspor, dan mengancam kelangsungan hidup banyak produsen kecil dan menengah.

Bank Sentral Jerman mengatakan bahwa penghentian mendadak pasokan gas akan mendorong ekonomi ke dalam resesi, 550.000 orang kehilangan pekerjaan, dan produk domestik bruto turun 6,5% tahun ini dan tahun depan.