Pengamat Usulkan Kenaikan Tarif Listrik Progresif Menurut Golongan

ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.
Warga memeriksa pulsa token listrik di salah satu rumah susun kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Minggu (25/7/2021).
17/5/2022, 12.50 WIB

Pemerintah berencana menaikkan harga BBM jenis Pertalite, LPG 3 kilogram (kg), dan tarif listrik yang disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Padjaitan, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan penyesuaian tarif listrik dapat menghemat biaya kompensasi sebesar Rp 7-16 triliun. Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan pemerintah dapat mempertimbangkan penyesuaian tarif listrik jika kemampuan ekonomi masyarakat telah membaik.

Sebab, jika tarif listrik tidak disesuaikan dalam jangka panjang dapat semakin membebani APBN untuk meberikan kompensasi kepada PLN. Apalagi tarif listrik sejak 2017 hingga sekarang belum pernah disesuaikan, padahal variabel pembentuknya telah mengalami kenaikkan.

"Pada 2021, jumlah kompensasi tarif listrik sudah mencapai Rp 24,6 triliun. Untuk mengurangi beban APBN tersebut, tarif listrik memang perlu disesuaikan. Hanya, penyesuaian struktur tarif listrik itu harus dirombak untuk mencapai keadilan," kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Selasa (17/5).

Oleh karena itu Fahmy mengusulkan penyesuaian tarif listrik secara progresif berdasarkan golongan. Untuk golongan pelanggan 900 Voltampere (VA) ditetapkan sebesar Rp 1.444,70/kWh, kemudian naik 10% untuk golongan pelanggan di atas 900-2.200 VA menjadi Rp 1.589,17/kWh.

Untuk golongan di atas 2.200-6.600 VA tarif listrik bisa dinaikkan lagi 15% menjadi Rp 1.827,54/kWh, dan untuk golongan pelanggan di atas 6.600 VA naik lagi 20% menjadi Rp 2.193.05/kWh. Simak databoks berikut:

Menurut Fahmy, dengan prinsip tarif progresif, harga jual listrik PLN akan mencapai harga keekonomian sehingga dapat memangkas kompensasi yang memberatkan APBN. "Namun, pada saat tarif listrik mencapai di atas harga keekonomian, tarif listrik harus diturunkan," sambungnya.

Hingga saat ini pemerintah belum merealisasikan rencana kenaikan tarif listrik maupun harga Pertalite dan LPG 3 kg. Fahmy menilai langkah tersebut sangat tepat karena kenaikan harga energi akan memperburuk daya beli masyarakat.

"Walaupun pandemi Covid-19 sudah mereda, daya beli masyarakat belum benar-benar pulih dan belum siap menanggung beban kenaikan tarif komoditas energi," ujarnya.

Sebelumnya Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menilai pemerintah masih dapat menahan kenaikan tarif listrik. Sebab harga batu bara dipatok maksimal US$ 70/ton melalui skema penjualan untuk kebutuhan pasar dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

Sehingga, PLN tak terdampak kenaikan harga batu bara dunia yang sempat menembus level US$ 400 per ton beberapa waktu lalu. “Dengan kondisi tersebut, kenaikan tarif dasar listrik masih bisa ditahan, baik golongan subsidi maupun golongan nonsubsidi,” kata Bhima beberapa waktu lalu.

Ia berharap tarif listrik tak akan naik hingga tahun depan, terutama untuk listrik rumah tangga golongan hingga 3.500 VA. Jika pun PLN terpaksa menaikkan tarif listrik, menurut dia, pemerintah sebaiknya menyasar golongan industri yang mulai beraktivitas pascapandemi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu