Tak Cuma Bangun Pembangkit Listrik, Swasta Didorong Garap Beragam EBT

ANTARA/Galih Pradipta
Pekerja memeriksa panel listrik tenaga surya di atap Masjid Istiqlal di Jakarta, Kamis, 3 September 2020. Panel surya tersebut digunakan untuk pencahayaan di area masjid dengan total daya sebesar 150.000 watt serta sebagai upaya mendukung penggunaan energi yang ramah lingkungan, efektif dan efisien. ANTARA/Galih Pradipta
2/6/2022, 13.35 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong perusahan atau pihak swasta untuk memproduksi energi bersih serta mengimplementaskan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social, and governance/ESG) guna mendukung pelaksanaan transisi energi.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan ESG merupakan pilar pendukung dari sektor industri dan komersial untuk mensukseskan target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. “Keberadaan ESG akan memfasilitasi bertambahnya lembaga pendanaan yang memandatkan pengembangan EBT,” kata Dadan dalam webminar ESG Outlook in Energy Sector, Towards a Green Sphere, Kamis (2/6).

Pertisipasi swasta dalam pengembangan EBT diharapkan tidak terbatas pada badan usaha yang bergerak di bidang pembangkit listrik. Ia menyebut, inovasi transisi energi yang dapat dikembangkan melalui ESG mencakup kendaraan listrik, hidrogen dan penyimpanan energi, bahan bakar berbasis bioenergi, perdangangan karbon dan teknologi angin lepas pantai.

Adanya pemanfaatan energi dan transportasi yang masih bergantung pada energi fosil, target NZE 2060 akan sulit tercapai. Pihaknya saat ini masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) guna mengejar target NZE melalui program pelestarian hutan atau forestry dan pemanfaatan sumber daya hayati untuk sumber energi.

“Dengan pemanfaatan energi yang ada di industri dan transportaasi sehinga di akhir 2060 itu sektor energi masih belum nol emisi. Bila tidak bisa nol dalam waktu tersebut (2060), maka akan dipasangkan dengan sektor agrikultur dan forestry sehingga ini bisa menyerap kelebihan emisi di sektor energi,” kata Dadan.

Selain memasifkan penggunaan sumber energi baru dan terbarukan (EBT), pemerintah juga akan mendorong elektrifikasi demi mengejar capaian penuruanan emisi 198 juta ton CO2 pada 2025. Adapun upaya yang dilakukan yakni memperbanyak pemasangan kompor induksi untuk 8,2 juta RT. “Ini dilakukan untuk menurunkan impor LPG,” ujar Dadan.

Selain itu, wacana yang digaungkan adalah pemasangan jaringan gas (jargas) di 5,2 juta rumah dan peluncuran 400.000 mobil listrik dan 1,7 juta motor listrik pada 2025. “Penyimpanan listik di baterai akan semakin bersaing dengan harga yang murah dan daya simpannya yang lebih kuat dan ada percepatan pensiun dini PLTU,” ujarnya.

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi, Indra Darmawan, mengatakan sejumlah perusahaan plat merah sudah melakukan komitmennya dalam upaya transisi energi. Satu diantaranya yakni kebijakan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang sudah menegaskan diri untuk menhentikan kredit kepada perlaku usaha yang bergerak di sektor ekstaktif batu bara. “Ini harapan untuk ke depan,” kata Indra dalam forum yang sama.

Indra menjelaskan, tantangan yang harus dipecahkan saat ini yakni masih adanya beberapa upaya yang terkait dengan proyek teknologi rendah karbon juga memerlukan mineral-meneral yang sangat banyak sehingga harus tetap ditopang dengan proyek pertambangan mineral.

“Misal Untuk pabrik lithium baterai. Ini berpeluang merangkul 200 juta pekerja dan di sisi lain 100 juta pekerjaan akan hilang. Kita harus menyesuaikan diri agar terus relevan di dunia ini,” kata Indra.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu