Keandalan Aplikasi MyPertamina Batasi BBM Bersubsidi Diragukan

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj.
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU Pertamina 31.40101 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/4/2022).
13/6/2022, 17.57 WIB

Masyarakat menanggapi rencana pemerintah yang akan menggunakan aplikasi digital MyPertamina untuk mengontrol penyaluran BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar tepat sasaran.

Di jagat maya, warganet mempertanyakan wacana kebijakan tersebut dan menilai penggunaan aplikasi tersebut akan memperkeruh penyaluran Pertalite dan solar di lapangan.

Pemilik akun twitter @akurza menyebut penyaluran BBM bersubsidi lewat MyPertamina akan menyulitkan para konsumen di lapangan. “Pengalaman pakai MyPertamina: Sering Error, petugas gak bisa pakainya. Tidak tersedia di POM yang letaknya di daerah, petugas gak mau repot jadi bilang error,” keluhnya, dikutip Senin (13/6).

Hal serupa juga dikeluhkan oleh pemilik akun twitter @ccaesarsaladd. Ia menceritakan pengalamannya saat membeli BBM lewat aplikasi MyPertamina. “Pengalaman sering pake myPertamina gak semua pom bensin itu alatnya lancar. Kadang error, jadi malah bikin antrian,” ujarnya.

Ada juga warganet yang mempertanyakan keputusan tersebut. Pemilik akun twitter @perjadin mengatakan, BBM Pertalite seharusnya hanya berlaku pada kendaraan plat kuning dan sepera motor di bawah 150cc. “Kenapa gak dibatasi dari jenis kendaraan dan plat nomor saja?” cuit akun bernama andrix tersebut.

Sejumlah warganet juga merespons aturan tersebut dengan nada positif. Pemilik akun twitter @LahrianSyahilla misalnya, ia setuju dengan penerapan layanan digital MyPertamina untuk mengontrol penyerapan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.

“Setuju banget, BBM bersubsidi hanya diperuntukkan untuk masyarakat yang berhak menggunakannya,” tulis akun tersebut.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai wacana tersebut sudah lumrah dilakukan jika melihat pada adaptasi teknologi di masyarakat saat ini.

Akan tetapi, sebelum menerapkan pembatasan, Agus meminta pemerintah terlebih dulu membuat parameter kendaraan yang berhak menerima BBM bersubsidi, sehingga implementasi di lapangannya menjadi lebih jelas.

Jika mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, kendaraan yang dilarang memakai BBM bersubsidi adalah truk untuk mengangkut hasil perkebunan, dan kehutanan.

Selain itu, pemilik kendaraan bermotor berpelat merah, mobil tangki BBM, truk gandeng, serta truk molen. Akan tetapi, aturan ini belum secara jelas membedakan kendaraan roda empat yang berhak menerima BBM bersubsidi.

"Klasifikasi dulu kendaraan mana yang boleh memakai BBM bersubsidi, yang jelas kendaraan umum, lalu siapa lagi?" kata Agus.

Sedangkan untuk mengoptimalkan pembatasan subsidi melalui aplikasi, menurutnya, pemerintah perlu memperbaiki infrastruktur data digital di Indonesia terlebih dulu, sebelum mengimplementasikan wacana tersebut.

Infrastruktur yang dimaksud adalah memastikan kendaraan sesuai dengan pemiliknya. Akan tetapi, seringkali nama pemilik kendaraan pada Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), berbeda dengan yang tertera dalam surat.

Selain itu, banyak juga yang memalsukan pelat nomor kendaraan mereka, sehingga pembatasan konsumsi BBM bersubsidi melalui aplikasi tidak menjamin praktik penyelewengan akan berhenti. "Ide itu akan jalan ketika sistem registrasi kendaraan bermotornya jalan," ujar Agus.

Kemudian, pemerintah juga mesti jelas menetapkan lembaga yang berwenang memberikan sumber data masyarakat penerima BBM bersubsidi. Sinkronisasi semua data tersebut akan meminimalisir kemungkinan terjadinya penyelewengan di masyarakat.

Pada akhirnya, pemberian subsidi BBM tidak hanya bergantung kepada kejujuran masyarakat dalam mengisi data pengguna dan pelat nomor kendaraan pada aplikasi MyPertamina. "Kita tidak akan pernah berhasil kalau begitu," tukasnya.