Pemerintah akan menaikan tarif listrik nonsubsidi untuk golongan pelanggan rumah tangga 3.500-5.500 VA (R2) serta 6.600 VA (R3) mulai 1 Juli mendatang. Sebagian pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pelanggan listrik golongan ini, sehingga bakal terdampak kebijakan ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero mengatakan dari 64,5 juta pelaku UMKM sebanyak 70% merupakan golongan menengah ke bawah yang menggunakan daya listrik 3.500 VA ke bawah. Sisanya yang merupakan UMKM skala besar merupakan pelanggan 3.500 VA ke atas.
Kebijakan kenaikan tarif listrik berpotensi menurunkan omset UMKM yang merupakan pelanggan 3.500 VA. Biaya listrik merupakan salah satu parameter yang diperhitungkan sebagai ongkos produksi. "Dengan naiknya parameter listrik, otomatis biaya produksinya naik. Dampaknya adalah harus menyesuaikan harga jual," kata Eddy, dihubungi Kamis (16/6), sore.
Walaupun akan berdampak pada ongkos produksi, Edy berharap kepada para pelaku UMKM untuk tidak mengurangi kualitas jasa maupun barang yang mereka tawarkan, sembari menunggu dampak dari kebijakan kenaikan tarif listrik.
"Permasalahannya kalau konsumen tidak punya daya untuk membeli yang dapat menurunkan omset penjualan kami akan berteriak kepada pemerintah," kata Edy.
Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Seyorinny mengatakan kenaikan listrik ini akan menambah ongkos produksi para UMKM. Apalagi kebijakan ini di tengah meningkatnya harga bahan baku.
"Bagi UMKM, listrik menjadi hal yang sangat vital dan bakal menambah beban produksi di mana daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. Ini juga akan berdampak pada daya beli konsumen," kata Hermawati.
Dia mempertanyakan langkah pemerintah yang tak mengajak diskusi para pelaku UMKM. "Kebijakan tersebut bisa dikaji lebih matang lagi dan pemeritah sebelumnya bisa mensosialisasikan terlebih dahulu alasan untuk menaikkan tarif dasar listrik," kata Hermawati.
Mulai 1 Juli, pemerintah menerapkan kenaikkan tarif sebesar 17,64% untuk kelompok rumah tangga mampu kelompok R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, kelompok R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, gedung pemerintahan kelompok P1 berdaya 6.600 VA-200 kVA tegangan rendah, dan penerangan jalan atau P3 tegangan rendah.
Dengan demikian, tarif listrik untuk keempat golongan pelanggan ini naik dari sebelumnya Rp 1.444,7 per kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Adapun kenaikan tarif tertinggi, yakni 36,61% ditetapkan untuk gedung pemerintahan kelompok P2 berdaya di atas 200 kVA tegangan menengah, dari Rp 1.114,70 per kWh menjadi Rp 1.522,88 per kWh.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menyampaikan kenaikan tarif disebabkan oleh empat indikator. Diantaranya adalah asumsi makro ekonomi, harga minyak mentah Indonesia atau ICP, inflasi dan harga batu bara.
Rida menjelaskan, besaran empat indikator asumsi makro menunjukkan kecenderungan meningkat sejak Februari hingga April 2022 sebagai dasar penyesuaian tarif.