Harga bahan bakar minyak diperkirakan tetap tinggi hingga tahun depan. Sebuah lembaga riset dan konsultasi energi global, Wood Mackenzie, menyebut kenaikan harga dipengaruhi gangguan pasokan minyak Rusia di tengah tingginya permintaan minyak setelah aktivitas masyarakat pulih dari pandemi Covid-19.
Konsultan Wood Mackenzie mengatakan tekanan pasokan minyak akan mereda pada paruh kedua tahun depan. Penyebabnya beberapa kilang besar baru di Timur Tengah mulai beroperasi.
Analis Wood Mackenzie Alan Gelder menyampaikan saat ini rekor harga bensin dan solar di Amerika Serikat, Eropa dan di tempat lain telah meredakan permintaan minyak global sekitar satu juta barel per hari (bph). Jumlah ini setara 1% dari permintaan global. "Sistemnya terlihat sangat ketat sampai kapasitas (pemurnian) baru muncul," kata Gelder kepada Reuters pada Jumat (16/6).
Lebih lanjut, kata Wood Mackenzie, keuntungan yang diperoleh kilang dari penyulingan minyak mentah menjadi bahan bakar seperti bensin dan solar mencapai rekor tertinggi sekitar US$30 per barel.
Embargo yang diterapkan oleh Uni Eropa terhadap minyak Rusia pada Februari lalu telah menyebabkan produksi minyak mentah Rusia dan produksi kilang lebih rendah. Hal tersebut berdampak pada terganggunya aliran minyak di seluruh dunia dan mendorong harga minyak lebih tinggi.
Wood Mackenzie memperkirakan harga minyak mentah di tahun depan berada di rata-rata US$ 100 per barel. Angka ini lebih rendah dibandingkan perkiraan rata-rara harga minyak saat ini di kisaran US$ 110 per barel.
Sementara itu tolak ukur harga minyak mentah jenis Brent saat ini mendekati US$ 120 per barel. "Tahun depan, rata-rata margin penyulingan global diperkirakan akan melampaui kisaran rata-rata lima tahun mereka, meskipun "tidak sehebat 2022," kata Gelder.
Gelder melanjutkan, saat ini sektor penyulingan beroperasi maksimal dengan memprioritaskan pada bahan bakar jenis diesel. Walau begitu, pasokan tetap tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan karena ekonomi terus pulih dari pandemi Covid-19. Permintaan dari pasar diesel dan minyak gas masih kekurangan pasokan sekitar 800.000 barel per hari.
Lonjakan harga bahan bakar telah menekan anggaran rumah tangga karena biaya perjalanan dan transportasi meningkat di banyak bagian dunia. Guna meringankan beban tersebut, WoodMac berharap kapasitas penyulingan baru di sejumlah negara dapat meningkatkan volume hingga 2,5 juta barel per hari selama tiga kuartal berikutnya.
Adapun kilang-kilang yang dimaksud yakni kilang Jizan di Arab Saudi sebanyak 400.000 barel per hari, kilang minyak Dangote di Nigeria dengan 650.000 barel per hari dan kilang al-Zour di Kuwait dengan 615.000 barel per hari. "Dan beberapa tempat di Cina," tulis Wood Mackenzie.
Tingginya harga minyak dunia juga berpengaruh pada harga minyak mentah Indonesia (ICP). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok harga rata-rata minyak mentah Indonesia ICP sebesar US$ 109,61 per barel pada Mei 2022. Nilai ICP ini meningkat US$ 7,1 per barel dari US$ 102,51 per barel pada April 2022.
Berdasarkan Executive Summary Tim Harga Minyak Mentah Indonesia, peningkatan ini terjadi akibat beberapa faktor. Faktor terbesar adalah pemberian sanksi oleh Uni Eropa ke Rusia dalam bentuk embargo minyak mentah.
Embargo ini tidak hanya menganggu pasokan minyak mentah global tetapi juga meningkatkan kehawatiran pasar. Apalagi, ada peningkatan permintaan BBM dan bahan bakar jet di AS dan Eropa yang memasuki musim panas.
Untuk kawasan Asia Pasifik, kenaikan harga dipengaruhi oleh rencana pembukaan kembali Shanghai setelah lockdown ketat selama 2 bulan. Harga ICP yang tinggi ini membuat pemerintah mengajukan penambahan subsidi energi untuk tahun ini. Awalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengasumsikan ICP hanya sebesar US$63 per barel sepanjang 2022.
Sementara ini, dalam rapat Panja Badan Anggaran DPR pada Selasa (14/6) kemarin. Komisi VII DPR bersama Banggar mengusulkan harga ICP di kisaran US$ 90 hingga US$ 110 per barel.
Nominal angka tersebut lebih besar dari usulan Kementerian Keuangan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) senilai US$ 80 hingga US$ 100 per barel.