Batu Bara RI Diincar Eropa, Pengusaha Belum Revisi Target Produksi
Kementerian ESDM menyebut belum ada perusahaan batu bara yang mengajukan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) untuk mengubah target produksinya di tengah tingginya harga dan permintaan ekspor.
"Belum ada (yang ajukan revisi RKAB)," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Ridwan Djamaluddin saat ditemui wartawan di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (21/6).
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Kementerian ESDM Lana Saria. Ia mengatakan, sampai sejauh ini belum ada perusahaan batu bara yang mengajukan revisi RKAB.
Namun di sisi lain, dengan adanya permintaan tak menutup kemungkinan sejumlah pelaku usaha batu bara akan mengajukan revisi RKAB. "Tentunya bila permintaan meningkat, perusahaan akan mengajukan permohonan revisi RKAB," kata Lana melalui pesan singkat pada Selasa (21/6).
Lana menambahkan, saat ini sejumlah negara Eropa tengah melirik batu bara Indonesia untuk ketahanan energi selama musim dingin. Eropa kembali berburu pasokan batu bara untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kebijakan ini setelah Rusia memangkas pengiriman gas ke kawasan tersebut. Bahkan Moskow berencana menghentikan sepenuhnya ekspor gas ke kawasan tersebut pada Agustus 2022.
Beberapa negara Eropa mendekati Indonesia yang merupakan salah satu negara produsen batu bara utama di dunia. Bahkan Jerman telah mengajukan permintaan batu bara sebanyak 6 juta ton.
Lana menambahkan, jika nantinya Jerman mengajukan permintaan secara resmi, Kementerian ESDM akan meneruskan permintaan tersebut kepada Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI). "Ketersediaan pasokan dengan dibantu APBI. Selanjutnya nanti akan dilakukan secara business to business (B to B)," ujarnya.
Selain Jerman, sejumlah negara lain seperti Polandia, India dan Pakistan juga tertarik untuk membeli batu bara Indonesia. "Ada kabar seperti itu, tapi belum ada permintaan secara resmi," jelas Lana.
Mengutip laporan berjangka barchart.com pada Rabu (22/6) pagi, harga batu bara di pasar ICE Newcastle berada di level US$ 390 per ton. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari harga batu bara di bulan Maret seharga US$ 242,64 per ton.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan dirinya memperoleh kabar bahwa sejumlah perusahaan sudah mengajukan revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) untuk menambah kapasitas produksi. Umumnya para pelaku usaha akan mengajukan RKAB pada pertengahan tahun di bulan Juni atau Juli.
Menurutnya, peluang mendongkrak produksi dapat dilakukan tergantung kesiapan tiap-tiap perusahaan dalam melakukan perencanaan tambang dan kemampuan keuangan. "Pemerintah yang lebih tahu persisnya mengenai perusahaan-perusahaan yang mengajukan revisi RKAB," ujarnya.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan di tengah tingginya harga dan peluang permintaan batu bara dari negara Eropa, sejumlah pelaku usaha akan mengajukan revisi RKAB.
Walau begitu, Singgih menyebut perusahaan akan tetap berhitung sebelum mengajukan revisi RKAB. Salah satu poin yang akan diperhitungkan yakni berapa lama kondisi harga tinggi batu bara akan bertahan.
"Menaikkan produksi misalnya dari 30 juta ton ke 35 juta ton, dan penambahan jumlah alat berat. Sebatas itu. Kalau harus buat investasi baru seperti membuat tambahan pelabuhan angkut sepertinya tidak," kata Singgih kepada Katadata.co.id.
Selain itu, Singgih menambahkan, sebelum memutuskan untuk melakukan ekpor ke Eropa, pemerintah dan para pelaku usaha diminta memperhitungkan kualitas batu bara, kondisi stok batu bara dan juga pelabuhan muat.
Adapun permintan batu bara dari Eropa umumnya berada pada kualitas di atas 5.500 kcal per kg atau bahkan di atas 6.000 kcal per kg. Sementara mayoritas batu bara Indonesia berada pada angka 4.000 kcal per kg sampai 5.000 kcal per kg.
Menurut Singgih, apabila ekspor ke sejumlah negara Eropa jadi dilakukan, perusahaan yang paling mampu melakukan hal tersebut adalah perusahaan yang memiliki Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
PKP2B adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara. "Yang paling mampu seperti PT Arutmin dan PT Kaltim Prima Coal (KPC)," ujar Singgih.