Target Produksi 60 Juta Ton, Adaro Utamakan Kontrak Jangka Panjang

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Adaro Energy Indonesia
27/6/2022, 20.35 WIB

PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) akan lebih memprioritaskan permintaan pelanggan kontrak jangka panjang ketimbang mengejar pangsa ekspor ke negara Eropa di tengah momentum tingginya harga batu bara.

Head of Corporate Communication Adaro Energy, Febriati Nadira mengatakan, produksi batu bara Adaro hingga kuartal I 2022 mencapai 12,15 juta ton dengan komposisi penjualan domestik mencapai 30%. "Saat ini kami fokus untuk memenuhi permintaan pelanggan yang mayoritas telah memiliki kontrak jangka panjang," kata Nadira melalui pesan singkat pada Senin (27/6).

Ira menjelaskan, target pasar ekspor batu bara Adaro mayoritas menyasar pada wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara dengan masing masing porsi 27% dan 17%. Dilanjutkan dengan penjualan ke India sebesar 13%, Cina 10%, dan sebanyak 2% ke negara-negara Eropa. Lebih lanjut, walau harga batu bara melonjak tinggi di tengah krisis energi negara Eropa, PT Adaro Energy Indonesia juga tak akan merevisi target produksi dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada pertengahan tahun ini.

"Hingga saat ini belum ada perubahan panduan Adaro di 2022. Target produksi batu bara 58—60 juta ton," sambung Nadira.

Adapun, harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada Senin (27/6) sore berada di level US$ 395 per ton. Angka ini turun 1,25% dari harga US$ 400 per ton pada pekan kemarin.

Sebelumnya diberitakan, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan, saat ini sejumlah negara Eropa tengah melirik batu bara Indonesia untuk ketahanan energi selama musim dingin. Eropa kembali berburu pasokan batu bara untuk menyalakan kembali pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kebijakan ini setelah Rusia memangkas pengiriman gas ke kawasan tersebut. Bahkan Moskow berencana menghentikan sepenuhnya ekspor gas ke kawasan tersebut pada Agustus 2022.

Beberapa negara Eropa mendekati Indonesia yang merupakan salah satu negara produsen batu bara utama di dunia. Bahkan Jerman telah mengajukan permintaan batu bara sebanyak 6 juta ton. Lana menambahkan, jika nantinya Jerman mengajukan permintaan secara resmi, Kementerian ESDM akan meneruskan permintaan tersebut kepada Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI).

"Ketersediaan pasokan dengan dibantu APBI. Selanjutnya nanti akan dilakukan secara business to business (B2B)," ujarnya.

Selain Jerman, sejumlah negara lain seperti Polandia, India dan Pakistan juga tertarik untuk membeli batu bara Indonesia. "Ada kabar seperti itu, tapi belum ada permintaan secara resmi," jelas Lana.

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan dirinya memperoleh kabar bahwa sejumlah perusahaan sudah mengajukan revisi RKAB untuk menambah kapasitas produksi. Umumnya para pelaku usaha akan mengajukan RKAB pada pertengahan tahun di bulan Juni atau Juli.

Menurutnya, peluang mendongkrak produksi dapat dilakukan tergantung kesiapan tiap-tiap perusahaan dalam melakukan perencanaan tambang dan kemampuan keuangan. "Pemerintah yang lebih tahu persisnya mengenai perusahaan-perusahaan yang mengajukan revisi RKAB," ujar Hendra.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu