Harga Minyak Turun 1,3% Sepekan, di Tengah Potensi Kekurangan Pasokan

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
3/7/2022, 14.46 WIB

Harga minyak dunia ditutup naik lebih dari 2% pada perdagangan Jumat (1/7),di tengah kekhawatiran kurangnya pasokan untuk memenuhi permintaan global, akibat berhentinya pengiriman dari Libya dan Ekuador, serta protes pekerja di Norwegia.

Menyitir Reuters, minyak mentah berjangka Brent berada pada USD 111,63 per barel, naik USD 2,60, atau sekitar 2,4%.

Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di USD 108,43 per barel, naik USD 2,67, atau sekitar 2,5%.

WTI dan Brent masing-masing diperdagangkan sekitar 70% dan 77% dari volume sesi sebelumnya. Posisi ini membuat harga minyak Brent turun 1,3% dalam sepekan. Di sisi lain, WTI justru meningkat 0,8%.

Meski mengawali harga lebih rendah untuk pertama kalinya sejak November tahun lalu, tetapi dengan permintaan yang masih tinggi, harga minyak diperkirakan akan kembali naik.

Kapasitas produksi minyak mentah surplus global pada Mei 2022 kurang dari setengah rata-rata 2021, bunyi pernyataan Administrasi Informasi Energi AS pada pekan lalu, ketika sanksi Barat terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina mulai berlaku. Ekspor Rusia membuat sekitar 7% dari pasokan global.

Analis memproyeksikan pertumbuhan permintaan sekitar 2,3 hingga 5 juta barel per hari (bph) tahun ini, dan 2-2,4 juta barel per hari pada 2023, karena pasokan yang ketat membayangi kekhawatiran permintaan.

Sebelumnya, kelompok produsen OPEC+, termasuk Rusia, setuju untuk bertahan pada strategi produksinya. 

OPEC+ memutuskan untuk meningkatkan produksi setiap bulan sebesar 648 ribu barel per hari (bph) pada Juli dan Agustus, naik dari rencana sebelumnya untuk menambah 432 ribu bph per bulan.

Sebuah survei Reuters menemukan bahwa OPEC memompa 28,52 juta barel per hari pada Juni, turun 100.000 barel per hari dari total revisi Mei.

Pasokan minyak diperkirakan berkurang, akibat beberapa kejadian di negara penghasil minyak.

Pemogokan pekerja minyak dan gas Norwegia yang direncanakan pada 5 Juli, dapat memangkas produksi minyak negara itu hingga 8%, atau sekitar 320 ribu barel per hari.

Sementara di Ekuador, mengutip Arab News, aksi protes yang berlangsung lebih dari dua minggu menyebabkan perusahaan minyak milik negara Petroecuador kehilangan 1,99 juta barel produksi minyak. Perusahaan dalam keterangan resminya, berharap dapat mencapai 90 persen dari produksi sebelum terjadi krisis di pekan depan.

Perusahaan mengatakan telah memulihkan produksi 19.000 barel per hari sejak protes berakhir pada Kamis, sementara kilang Esmeraldas bekerja pada kapasitas 70 persen pada Jumat.

Sementara itu, pemerintah Ekuador dan para pemimpin kelompok adat telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri protes, yang telah menyebabkan berhentinya lebih dari setengah produksi minyak negara tersebut sebelum terjadinya krisis.

Di Libya, perusahaan Minyak Nasional Libya, National Oil Company (NOC), pada Kamis (30/6) lalu telah menyatakan terjadinya force majeure di kilang Es Sider dan Ras Lanuf, serta ladang minyak El Feel. Force majeure juga berlaku di kilang Brega dan Zueitina, ujar NOC, seperti dikutip Retuers.

Produksi pun telah mengalami penurunan tajam, dengan ekspor harian berkisar antara 365 ribu dan 409 ribu barel per hari, penurunan 865 ribu barel per hari dibandingkan dengan produksi dalam "keadaan normal", kata NOC.

Minyak menjadi komoditas yang diperebutkan oleh banyak negara di dunia. Tak heran jika bahan bakar ini sering mengalami nilai yang fluktuatif. Meski demikian, hanya ada beberapa perusahaan minyak yang menguasai produksi dunia sehingga meraup keuntungan dengan nominal yang sangat fantastis.

Melansir dari Investopedia, inilah daftar 5 perusahaan minyak berpendapatan terbesar di dunia per Februari 2022:

Reporter: Aryo Widhy Wicaksono