ESDM Temui Lebih 2.700 Tambang Ilegal, Terbanyak di Sumatra Selatan

ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar
Ilustrasi, salah satu areal pertambangan emas di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), Poboya, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (9/2).
12/7/2022, 13.57 WIB

Kementerian ESDM mencatat ada lebih dari 2.700 Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal yang tersebar di tanah air. Dari jumlah tersebut, PETI batu bara terdapat di 96 lokasi dan PETI mineral sekitar 2.645 lokasi. Adapun lokasi PETI terbanyak ditemui di Sumatra Selatan.

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu bara, Sunindyo Suryo Herdadi menyebutkan PETI adalah kegiatan tanpa izin dan memicu kerusakan lingkungan. Kegiatan ini juga memicu terjadinya konflik horizontal di masyarakat.

Nindyo menjelaskan, PETI adalah kegiatan memproduksi mineral atau batu bara oleh masyarakat atau perusahaan tanpa izin, tidak menggunakan prinsip pertambangan yang baik, serta memiliki dampak negatif bagi lingkungan hidup, ekonomi, dan sosial. Praktik ini juga mengabaikan kewajiban-kewajiban terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar.

"Karena mereka tidak berizin, mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya," ujar Nindyo dalam siaran pers pada Selasa (12/7).

Guna meredam aktivitas tambang ilegal, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Polhukam, Kementerian ESDM bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), Kementerian Dalam Negeri, dan Polri terus melakukan pendataan lokasinya.

Selain itu, pemerintah juga melakukan penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat.

"Kemudian juga pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum," sambung Nindyo.

Masih menurut Nindyo, aktivitas tambang ilegal dapat menghambat pembangunan daerah karena tidak sesuai rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dan dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat.

Kondisi yang demikian akan menimbulkan kondisi rawan dan gangguan keamanan dalam masyarakat serta menimbulkan kerusakan fasilitas umum dan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia.

"PETI juga berdampak bagi perekonomian negara karena berpotensi menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak. Selain itu, akan memicu kesenjangan ekonomi masyarakat, menimbulkan kelangkaan BBM, dan berpotensi terjadinya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat," imbuhnya.

Bahaya Tambang Ilegal bagi Lingkungan

Dari sisi lingkungan, PETI bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan merusak hutan apabila berada di dalam kawasan hutan. Mereka juga berpotensi dapat mengganggu produktivitas lahan pertanian dan perkebunan, serta dapat menimbulkan kekeruhan air sungai dan pencemaran air.

Pelaksanaan PETI umumnya mengabaikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Acap kali terjadi pelanggaran seperti menggunakan peralatan yang tidak standar, tidak menggunakan alat pengamanan diri (APD), tidak adanya ventilasi udara pada tambang bawah tanah, dan tidak terdapat penyanggaan pada tambang bawah tanah.

Aktivitas PETI yang sudah tidak beroperasi pada umumnya meninggalkan lahan bekas tambang terbuka yang menyisakan void dan genangan air, sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik.

Bahaya lain yang ditimbulkan tambang ilegal adalah batu bara yang terekspos langsung ke permukaan berpotensi menyebabkan swabakar, sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan kebakaran hutan.

"Seluruh kegiatan PETI tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar PETI bersifat asam. Ini berpotensi mencemari air sungai," tukas Sunindyo.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu