Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ini akan resmi menjadi milik PLN pada 2030. PLTU yang memiliki kapasitas 4 x 710 megawatt (MW) itu berkontribusi pada 10% pasokan listrik di Jawa dan Bali.
"PLTU ini leasing dan akan menjadi milik PLN pada tahun 2030," kata General Manager PT PLN Unit Induk Tanjung Jati B Hari Cahyono saat ditemui di lokasi pada Jumat (1/7).
Dengan total area seluas 150 hektare (ha), PLTU Tanjung Jati B mengonsumsi 24.000 ton baru bara per hari.
Adapun mayoritas dari batu bara yang dipakai berasal dari Kalimantan dengan kualitas 5.200 kcal per kg sampai 5.700 kcal per kg. Dalam sebulan, PLTU bisa menerima kiriman 12 hingga 14 kargo batu bara dengan volume sekali pengkapalan mencapai 67.000 ton.
Pada kesempatan tersebut, Hari menyampaikan cadangan batu bara di PLTU Tanjung Jati B mampu bertahan hingga 15 hari ke depan. Menurutnya, mempertahankan cadangan batu bara di tengah wacana permintaan ekspor dari negara Eropa merupakan kondisi yang menantang. "Harapan kami cadangan biasa di atas 15 hari atau paling tidak 20 hari," kata Hari.
Dia menjelaskan, PLTU Tanjung Jati B merupakan PLTU subcritical yang teknologinya diciptakan pada medio 1980-1990-an. Teknologi yang dimaksud yakni ketahanan boiler pada temperatur tinggi dan kemampuannya dalam mengolah batu bara.
Semakin terkini teknologi yang dipasang pada boiler, ketahanan PLTU akan semakin baik serta mampu mengolah batu bara rendah kalori dan ramah lingkungan. "PLTU itu ada yang subcritical, super critical dan ultra critical. Meskipun (PLTU Tanjung Jati B) subcritical, tetapi kelengkapan untuk penurunan emisinya sudah sangat lengkap," ujar Hari.
Menjelang tengah hari, aktivitas di PLTU masih sibuk. Dari atas Gedung Energo, terlihat sejumlah alat berat eskavator sedang merapikan susunan mineral hitam di lahan penampungan batu bara. Di sebelah penampungan tersebut, terlihat sebuah corong yang mengepulkan asap putih. Asap itu menuju ke arah barat mengikuti arah angin.
Sebanyak 22 PLTU Siap Pensiun Dini
Sebelumnya diberitakan bahwa menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ada 22 PLTU yang siap pensiun dini. Pemerintah mengusulkan agar menggunakan dana hasil efisiensi program subsidi energi untuk mendanai upaya penghentian pembangkit fosil.
"Kami sudah punya rencana pensiunkan PLTU ini, secara on table sudah kita lakukan exercise, ada sekitar 22 PLTU dengan kapasitas 11 gigawatt (GW) yang siap untuk dapat di-shutdown lebih awal," kata Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dalam acara IISD X Katadata Webinar: The G20 Energy Communique and Leaders Declaration, Rabu (8/6).
Anditya menambahkan, pemerintah sudah merancang pembangunan 20,9 GW pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan hingga 2030.
Sementara itu, analisis terbaru yang diterbitkan oleh lembaga think tank New Climate Institute yang berbasis di Jerman menyebutkan 14,5 juta kematian dini akibat polusi udara dapat dihindari jika dunia setop mengoperasikan dan tak membangun PLTU batu bara hingga 2050.
Upaya tersebut juga akan memberikan manfaat ekonomi sebesar US$ 16,3 triliun. Nilai itu setara dengan menyelamatkan sekitar 425 juta tahun kehidupan, atau memperoleh tambahan 20 hari untuk setiap 7,9 miliar populasi global saat ini.
Para peneliti menunjukkan bahwa pembangkit batu bara yang ada di seluruh dunia berkontribusi terhadap lebih dari 900 ribu kematian dini per tahun. Sedangkan untuk Indonesia, pensiun dini dan penghentian pembangunan PLTU batu bara baru dapat mencegah 110 ribu kematian dini.
Harry Fearnehough, salah seorang penulis studi ini, menekankan pentingnya sinergi antara mengambil tindakan untuk memerangi perubahan iklim dan mendorong perbaikan besar dalam kesehatan di seluruh dunia.
“Kita semua sadar betapa merusaknya pembangkit listrik batu bara bagi iklim dan bahwa sebagai komunitas global, kita perlu segera melepaskan ketergantungan pada batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi kita,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/5).