SKK Migas menargetkan Inpex Corporation harus mendapatkan mitra dalam menggarap proyek Abadi LNG Blok Masela pada akhir tahun ini. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, mengatakan pihaknya akan mengupayakan agar Inpex mendapat mitra tahun ini.
Sembari mencari mitra, Inpex akan merampungkan persetujuan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan pembebasan lahan non-hutan. "Abadi Masela target tahun ini harus selesai mengenai parthership dan juga studi CCUS," kata Dwi saat ditemui wartawan di Kantor SKK Migas pada Jumat (15/7).
Dia menambahkan bahwa SKK Migas juga masih menunggu hasi revisi rencana pengembangan yang diajukan oleh Inpex dengan memasukkan fasilitas penangkapan, penyimpanan, dan pemanfaatan karbon (carbon capture, utilisation and storage/CCUS).
Adapun rencana pengembangan tersebut baru bisa diajukan ke SKK Migas jika Inpex sudah mendapat rekan pengelola pengganti Shell yang memutuskan hengkang dari proyek Abadi Masela. Proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada kuartal II 2027 dengan biaya investasi US$ 19,8 miliar.
"Revisi Plan of Development (PoD) lagi kami harapkan selesai. Mitra potensial pengganti Shell kami belum dapat update, setahu saya mereka (Inpex) menawarkan ke berbagai pihak karena ini cukup menarik, karena memang cadangannya besar," sambung Dwi.
Sebelumnya diberitakan, progres proyek Abadi LNG Blok Masela masih mandek usai mundurnya perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Belanda, Shell Upstream Overseas pada Juli 2020. Padahal proyek ini ditargetkan onstream atau mulai berproduksi pada 2027.
Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI) yang nilainya diperkirakan US$ 800 juta hingga US$ 1 miliar. Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65%.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan Kementerian ESDM akan lebih aktif lagi menawarkan wilayah-wilayah kerja migas yang potensial.
"Mundurnya Shell dari proyek LNG Blok Masela disebabkan perusahaan migas asal Belanda itu mengubah kebijakan bisnis mereka ke arah pengembangan energi bebas karbon. Shell mengubah portofolionya, jadi tidak lagi ada di Masela," Dwi.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan dengan hengkangnya Shell dari proyek Blok Masela, sangat sulit bagi Inpex untuk menanggung 100% biaya yang bernilai miliaran dolar kedepannya.
Dia menyayangkan kondisi ini, karena potensi Blok Masela bisa merubah posisi Indonesia sebagai produsen gas dunia. "Gas kita berlimpah dan gas merupakan salah satu dari dua potensi terbesar Indonesia dalam bertransisi ke EBT," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (16/2).