Arab Saudi Tolak Intervensi Pasar, Harga Minyak Bangkit ke US$ 106

Katadata
Rig pengeboran migas lepas pantai.
Penulis: Happy Fajrian
19/7/2022, 15.01 WIB

Harga minyak mentah dunia bangkit mendekati US$ 107 per barel hari ini, Selasa (19/7). Arab Saudi menolak untuk mengintervensi pasar setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden meminta agar negara produsen utama dunia tersebut meningkatkan produksi minyaknya.

Harga minyak acuan dunia Brent hari ini menyentuh US$ 106,8 per barel naik lebih dari US$ 6 per barel dibandingkan sehari sebelumnya. Sementara West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di US$ 103,4 per barel, naik dari US$ 96,07.

Kenaikan didorong oleh keputusan Arab Saudi yang menolak untuk mengintervensi pasar energi dengan meningkatkan produksinya dan menjinakkan harga minyak dunia seperti permintaan Presiden AS Joe Biden.

Negara produsen minyak utama dunia itu diyakni lebih memilih untuk menyerahkan harga pada mekanisme pasar dan hasil pertemuan anggota-anggota OPEC dan sekutunya, terutama Rusia, atau dikenal dengan OPEC+ pada 3 Agustus mendatang.

Bahkan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan bahwa pertemuan dengan Biden pada akhir pekan lalu tidak membahas soal minyak. “OPEC+ akan terus menilai kondisi pasar dan melakukan apa yang diperlukan,” ujarnya.

Sebelumnya pemerintah Arab Saudi juga telah berulang kali mengindikasikan bahwa mereka tidak akan bertindak secara sepihak menentukan produksi dan pasokan. “Arab Saudi lebih suka mengelola pasar melalui OPEC+, bukan melalui langkah sepihak,” kata analis Center for Strategic and International Studies (CSIS) Ben Cahill.

Pertemuan Biden dengan Putra Mahkota Saudi membuat pasar melakukan lindung nilai minyak lebih rendah, meskipun ada keraguan yang meluas bahwa apa pun akan tercapai dalam hal meningkatkan produksi OPEC.

Menteri perminyakan Irak Ihsan Abdul Jabbar juga mengatakan bahwa minyak kemungkinan akan terus diperdagangkan di atas US$ 100 per barel di sisa tahun ini.

“Saya ingin OPEC mempertahankan alatnya untuk mengukur dan mengontrol produksi dan menjaga keseimbangan yang ada,” kata Abdul Jabar seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (19/7). “Kami akan membicarakannya dengan mitra kami.”

Naiknya harga minyak juga didorong oleh melemahnya nilai tukar dolar AS berkat investor yang telah melunakkan ekspektasi mereka tentang pendekatan yang lebih agresif terhadap suku bunga oleh The Fed minggu depan. Indeks dolar AS turun 0,464% pada hari Senin.