Harga Batu Bara Sepekan Turun Meski di Tengah Ketatnya Pasokan

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (14/5/2022).
22/7/2022, 15.35 WIB

Harga batu bara di Pasar ICE Newscastle pada Jumat (22/7), pekan ketiga bulan Juli berada di level US$ 403.40 per ton, turun tipis dibandingkan posisi Jumat (15/7) pekan sebelumnya di level US$ 406,6. Meski harga mineral hitam ini sempat naik ke level US$ 408,6 per ton pada Kamis (21/7).

Turunnya harga batu bara terjadi di tengah ketatnya pasokan imbas bencana banjir di New South Wales yang menyebabkan produksi di sejumlah tambang di Australia turun. Negeri Kangguru merupakan salah satu pengekpor batu bara terbesar di dunia dengan 390 juta ton pada 2020.

Salah satu penambang batu bara Australia, Yancoal Ltd, memangkas perkiraan produksi mereka di tahun 2022 karena adanya pukulan banjir dan minimnya tenaga kerja akibat serangan Pandemi Covid-19 di tengah krisis energi global imbas konflik Rusia-Ukraina. Mereka memperingatkan akan ada kenaikan biaya akibat lonjakan inflasi.

Chief Executive Officer (CEO) Yancoal, David Moult, mengatakan susutnya produksi tahunan menimbulkan gangguan pasokan di seluruh sektor industri di Australia di saat adanya ketidakpastian pasokan energi global. David mengatakan produksi batu bara tahun ini berada di 31-33 juta ton, turun dari perkiraan sebelumnya 35-38 juta ton.

"Meskipun mungkin ada volatilitas harga, kami mengantisipasi harga batu bara tetap baik (tinggi) hingga akhir tahun," kata David, dikutip dari Reuters pada Jumat (22/7).

Kelangkaan tenaga kerja terampil dan kenaikan harga bahan bakar juga memukul penambang lain. Raksasa bijih besi BHP dan Rio Tinto telah memperingatkan bahwa ketatnya pasar tenaga kerja akan berlanjut hingga fiskal 2023 dan ditandai dengan melonjaknya biaya produksi.

Di sisi lain, Cina tengah mempertimbangkan untuk kembali membuka keran impor batu bara dari Australia yang telah berjalan selama dua tahun terakhir. Hal ini didorong kekhawatiran pasokan energi akan semakin ketat ketika sanksi embargo energi Rusia oleh Eropa mulai berlaku.

Negeri Panda menghentikan impor batu bara Australia pada akhir 2020 setelah Canberra melarang Huawei membangun jaringan 5G dan setelah perdana menteri Australia ketika itu, Scott Morrison, mendorong adanya penyelidikan terkait asal-usul virus corona.

Jika nantinya Cina membuka keran impor batu bara dari Australia, harga batu bara global diperkirakan turun walau masih bertengger di atas US$ 300 per ton. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menjelaskan hal tersebut dikarenakan suplai energi Cina secara bertahap sudah kembali terpenuhi.

"Jika itu (impor dibuka), harga batu bara global cenderung turun walau masih di atas US$ 300 per ton, karena konflik Rusia dan Ukraina masih terjadi," kata Mamit kepada Katadata.co.id, Senin (18/7).

Mamit mengatakan, harga batu bara akan terus bertengger di atas US$ 300 per ton selama konflik Rusia dan Ukraina belum mereda. "Misal konflik ini selesai bulan depan juga tidak serta merta langsung memulihkan ekonomi. Masih butuh waktu lama seperti apakah infrastruktur Rusia masih bisa meningktakan produksinya lagi," tukas Mamit.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu