Kedudukan kelembagaan SKK Migas kembali menjadi sorotan usai Komisi VII DPR menyebut ada tiga opsi yang ditawarkan untuk status badan pengatur sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia ini. Adapun hal tersebut akan diatur lebih lanjut dalam Revisi Undang-Undang (UU) Migas.
Opsi pertama yakni meleburnya dengan Pertamina. Opsi kedua menjadikan SKK Migas sebagai sebuah badan khusus dengan menambah beberapa kewenangan yang saat ini tidak bisa dijalankan oleh institusi tersebut. Opsi ketiga membiarkan SKK Migas tanpa menambah atau mengurangi kewenangannya.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan potensi penyatuan SKK Migas ke tubuh Pertamina mungkin saja terjadi jika usulan tersebut disepakati oleh seluruh pemangku kebijakan seperti Kementerian ESDM, DPR, dan SKK Migas.
Mamit menambahkan, pada opsi pertama, Pertamina akan bertindak sebagai pemain sekaligus pemegang kebijakan dalam sektor hulu migas. Ini kembali mengacu pada UU No 22 Tahun 2001 Tetang Migas pasal 61 yang menyebutkan bahwa Pertamina diberi tugas dan fungsi pembinaan dan pengawasan pengusahaan kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai terbentuknya Badan Pelaksana.
"Jika SKK Migas dilebur dengan pertamina secara garis besar bisa saja itu terjadi karena mengacu ke UU Migas yang lama bahwa pertamina adalah operator sekaligus sebagai pemegang kebijakan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (26/7).
Perihal opsi kedua, Mamit juga menyebut bahwa potensi tersebut juga terbuka. SKK Migas akan dijadikan badan khusus dengan penambahan beberapa kewenangan yang saat ini tidak bisa dijalankan oleh institusi tersebut, salah satunya yakni pengawasan terhadap proyek listrik tenaga panas bumi.
"Penambahan wewenang tambahan misal sampai mengatur panas bumi, saya kira ini sangat penting karena sampai saat ini belum ada badan yang mengawasi proyek panas bumi dari sisi teknis, rencana kerja, dan anggaran," ujarnya.
Wacana SKK Migas yang akan mengawasi proyek panas bumi pertama kali dilontarkan oleh Komisi VII DPR. Mereka mendorong proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) diawasi oleh SKK Migas karena tingginya risiko kegiatan eksplorasi dan seringnya terjadi insiden kebocoran gas.
DPR mendorong agar pengawasan proyek PLTP dialihkan dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM kepada SKK Migas.
"Ada ide, panas bumi akan dimasukkan ke SKK Migas agar ada pengawasan yang jauh lebih intens,” kata Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM, Selasa (7/6).
Mengenai wacana tersebut, dua institusi yang bersangkutan mengaku belum menjalin komunikasi secara serius. Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana mengatakan belum ada diksusi mendalam soal pencabutan kewenangan lembaganya sebagi pengawal proyek PLTP.
"Itu usulannya (Komisi VII DPR), sudah ada komunikasi tapi masih kaji-kaji," singkat Dadan saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM Jakarta pada Rabu (20/7).
Hal serupa juga dikatakan oleh Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. Dia menyampaikan dirinya belum melakukan pembicaraan dengan dewan dan Kementerian ESDM soal adanya usulan tersebut.
"Belum ada pembicaraan yang lebih formil daripada itu. Ke Kementerian ESDM dan DPR setahu saya sejauh ini belum ada pembicaraan," kata Dwi saat ditemui wartawan di Kantor SKK Migas pada Jumat (15/7).
Lebih lanjut, Mamit menilai status kelembangaan SKK Migas perlu dipertegas untuk menjamin kepastian hukum bagi para investor migas di tanah air. Saat ini, status kelembagaan SKK Migas yang hanya diatur melalui peraturan presiden sebagai badan satuan kerja sementara dirasa belum memberikan rasa aman kepada para investor.
Menurut Mamit, upaya menggaet investor migas ke tanah air tak akan cukup jika hanya fokus pada kebijakan fiskal seperti memberikan kemudahan perizinan dan keringanan pajak. Kepastian jaminan hukum dirasa menjadi faktor penting dari pengembangan industri hulu migas.
"Kalau tidak ada kelembagaan tetap, kepastian hukumnya tidak ada. Kontrak yang disepakati bisa berubah setiap saat karena kebijakan bisa berubah-ubah tergantung dari siapa menterinya," jelas Mamit.
Kepala SKK Migas Dwi Soejipto berharap adanya pembaharuan kelembagaan SKK Migas bisa lebih manarik investor dengan mempermudah dan mempercepat perizinan.
Dwi menjelaskan, keluhan para investor migas saat ini adalah tingginya beban keekonomian yang harus mereka tanggung akibat cadangan migas di tanah air yang lokasi lapangannya terpisah dan kecil.
"Cadangan migas kita itu di lapangan tua, tentu saja butuh perlakukan fiskal yang berdeda. Perlu proses untuk memperoleh perizinan dan memberikan keringanan untuk investor, serta mengatur wewenang pemerintah pusat dan daerah supaya tidak menjadi penghambat atau tumpang tinding aturan," kata Dwi.
Wakil Ketua Komisi Energi DPR Maman Abdurrahman mengatakan kelembagaan SKK Migas tidak akan dibubarkan. Maman mengatakan DPR dan pemerintah akan menyempurnakan struktur dan penambahan sejumlah kewenangan SKK Migas.
"(SKK Migas) tidak dibubarkan tapi penyempurnaan struktur. Ada tiga opsi yang sedang didiskusikan. Narasi ini penting disampaikan agar tidak menimbulkan keriuhan yang membuat pesimis para pelaku migas kita," ujar Maman.
Status kelembangaan SKK Migas akan diatur lebih lanjut dalam revisi UU Migas yang akan segera dibahas oleh DPR usai masa reses. Adapun Revisi UU Migas akan kembali dibahas oleh DPR usai masa reses.
Maman menargetkan, Revisi UU Migas akan segera diberikan kepada Pemerintah paling lambat pada bulan November. Pada sidang selanjutnya, Komisi VII akan mendorong Revisi UU Migas agar bisa dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) untuk memperolah persetujuan harmonisasi.
"Setelahnya akan didorong ke badan paripurna untuk menjadi RUU usulan DPR. Kami usulkan untuk buat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) agar bisa segera dibahas bersama pemerintah. Target kami untuk kirim ke pemerintah paling telat bulan November," kata Maman.