Harga Minyak Terus Merosot, Sentuh Titik Terendah Pra-Invasi Ukraina

Medco Energi
Pengeboran minyak lepas pantai.
Penulis: Happy Fajrian
5/8/2022, 07.14 WIB

Koreksi harga minyak terus berlanjut hingga kini menyentuh level terendahnya sebelum invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada akhir Februari 2022, seiring meningkatnya kekhawatiran pasar tentang kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global. Resesi berpotensi memukul permintaan energi.

Harga minyak berjangka Brent, yang menjadi acuan (benchmark) global, pagi ini, Jumat (5/8), diperdagangkan di level US$ 94,12 per barel. Harga Brent bahkan sempat menyentuh US$ 93,20 pada sesi sebelumnya, terendah sejak 18 Februari 2022.

Sementara harga minyak mentah Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI) menembus level di bawah US$ 90 per barel, tepatnya US$ 87,88 per barel, terendah sejak 28 Januari 2022.

Penurunan harga minyak bisa menjadi dorongan bagi negara-negara pengonsumsi terbesar energi fosil ini seperti Amerika dan Eropa. Amerika telah mendesak negara-negara produsen untuk meningkatkan produksi untuk mengimbangi pasokan yang ketat dan memerangi inflasi tinggi.

Minyak telah melonjak ke lebih dari US$ 120 per barel pada awal tahun ini dipicu peningkatan permintaan yang tiba-tiba seiring bangkitnya perekonomian dunia dari pandemi Covid-19. Harga minyak juga didorong oleh gangguan pasokan yang terjadi imbas beragam sanksi yang dijatuhkan kepada Rusia, salah satu negara produsen utama minyak, atas invasinya ke Ukraina.

“Sepertinya penurunan harga minyak seiring permintaan bahan bakar yang melemah di Amerika bersamaan dengan ditembusnya level support harga secara teknikal pada Kamis telah menyeret harga minyak lebih rendah,” kata analis UBS, Giovanni Staunovo, seperti dikutip Reuters, Jumat (5/8).

Prospek permintaan minyak tetap diliputi oleh meningkatnya kekhawatiran tentang kemerosotan ekonomi di Amerika dan Eropa, tekanan utang di negara-negara berkembang, dan kebijakan “zero Covid-19” yang ketat di Cina, importir minyak terbesar dunia.

“Penembusan di bawah US$ 90 sekarang merupakan kemungkinan yang sangat nyata, yang cukup luar biasa mengingat betapa ketatnya pasar dan betapa sedikitnya ruang yang ada untuk meringankan kondisi itu,” kata analis pasar senior di Oanda, London, Craig Erlam.

“Tapi pembicaraan resesi semakin keras dan jika itu menjadi kenyataan, kemungkinan akan mengatasi beberapa ketidakseimbangan yang ada di pasar,” tambah Erlam.

Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga pada hari Kamis dan memperingatkan tentang risiko resesi. Sementara itu pejabat bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan bahwa akan ada kenaikan suku bunga lagi sebesar 50-75 basis poin pada September.

Kesepakatan OPEC+ pada hari Rabu untuk menaikkan target produksinya sebesar 100.000 barel per hari (bph) pada bulan September, setara dengan 0,1% dari permintaan global, dipandang oleh beberapa analis sebagai sinyal bearish untuk pasar.

OPEC kelas berat, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), juga siap untuk memberikan peningkatan signifikan dalam produksi minyak jika dunia menghadapi krisis pasokan yang parah musim dingin ini, menurut sumber yang akrab dengan pemikiran eksportir terkemuka Teluk.