Hak konsesi kontrak karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk akan berakhir pada 28 Desember 2025. Meski demikian perusahaan tambang berkode emiten INCO ini mengaku belum memulai negosiasi perpanjangan KK menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dengan pemerintah.
Presiden Direktur Vale Febriany Eddy mengatakan, pihaknya ingin berfokus mengerjakan semua komitmen investasi perusahaan yang sudah berjalan dengan prinsip good mining practices yang sudah diterapkan, serta memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan sebelum mengajukan perpanjangan KK menjadi IUPK.
“Intinya kerja dululah. Jadi kami belum memulai proses negosiasi kontrak karya ini memang karena kami siapkan segala pekerjaan rumah ini untuk segera diselesaikan terlebih dahulu," kata Febriany saat bertemu sejumlah jurnalis di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Kamis (4/8).
Ia menambahkan bahwa pihaknya sudah menunjukkan bukti nyata di dua proyek yang sudah disiapkan untuk pengolahan tambang rendah karbon, yakni smelter nikel di Bahadopi dan Pomalaa, yang termasuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN). Menurutnya, hal tersebut merupakan satu bentuk langkah awal dukungan dari pemerintah.
“Kalau mau instan solusinya bisa saja kami melakukan impor, tapi di sisi lain negara kita kan kaya dengan natural gas. Tapi kita tahu namanya proses butuh waktu yang panjang, jadi kita selama ini selalu upayakan terhadap kebutuhan pasokan domestik,“ ujarnya.
Sementara itu, Adriansyah Chaniago, Wakil Presiden Direktur Vale, menjelaskan pengajuan perubahan status kontrak memang belum diajukan secara resmi kepada pemerintah. Namun sambil berjalan Vale terus mengerjakan berbagai kewajiban yang menjadi tanggung jawabnyawa.
Dia memaklumi ada suara-suara yang menyerukan untuk mengevaluasi rencana perpanjangan kontrak Vale di Sorowako. Namun menurut Adriansyah hal itu wajar sebagai dinamika yang ada di parlemen maupun masyarakat, dan Vale akan merespon dengan menyelesaikan tanggung jawab perusahaan.
“Kami belum mulai secara formal. Dari sisi Vale kita kerjakan tugas-tugas tanggung jawab komitmen kita wujudkan. Pelaksanaan project itu komitmen kami lihat proses di parlemen bagian yang harus kami lakukan,” kata Adriansyah di Sorowako.
Vale menggandeng TISCO dan Shandong Xinhai Technology dalam proyek smelter ini. Dalam kemitraan ini. INCO bakal berkontribusi 51% dalam pembiayaan/investasi proyek Bahodopi, sedang 49% investasi sisanya berasal dari mitra.
Selain proyek Bahodopi, INCO juga memiliki agenda mengembangkan fasilitas pengolahan High-Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa dengan Total kapasitas produksi hingga 120.000 metrik ton kandungan nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP).
Sebagai informasi, Vale mencatatkan pendapatan sebesar US$ 235,08 juta dengan laba bersih sebesar US$ 67,6 juta pada kuartal I 2022. Capaian laba bersih ini meningkat lebih dari 100% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Lonjakan kinerja ini didorong oleh tingginya harga nikel. Perusahaan mencatat harga rata-rata mencapai US$ 17.432 per ton pada kuartal I 2022, naik 13% dari US$ 15.372 per ton pada kuartal IV 2021.
Lonjakan harga ini pula yang membuat pendapatan meningkat 13,8% dari US$ 206,6 juta pada kuartal I 2021. Peningkatan pendapatan ini bahkan dicapai dengan produksi yang tercatat turun 9,02% yoy. Simak databoks berikut: