Luhut Ungkap Dampak Larangan Ekspor Nikel Mentah

ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Seorang pekerja memperlihatkan bijih nikel di smelter feronikel yang dimiliki oleh perusahaan tambang negara Aneka Tambang Tbk di distrik Pomala, Indonesia, 30 Maret 2011.
8/8/2022, 15.53 WIB

Pemerintah terus menggejot proyek hilirisasi material tambang. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan proyek ini bisa meningkatkan nilai jual ekspor hingga 10 kali lipat.

Luhut mencontohkan pengolahan nikel di dalam negeri menjadi beberapa produk besi dan baja mampu menghasilkan nilai tambah yang jauh lebih besar ketimbang hanya menjualnya dalam bentuk barang mentah seperti bijih nikel.

Dia mengatakan presiden mendorong proyek hilirisasi ini sejak enam tahun lalu. "Bijih nikel diproses sedemikian rupa sehingga menjadi iron and steel, itu saja sudah naik 10 kali nilai tambahnya. Belum pernah ekspor kita selama 26 bulan itu surplus, baru periode ini," kata Luhut dalam Economic Update CNBC pada Senin (8/8).

Pemerintah juga bakal mengolah bijih nikel menjadi precursor dan material katoda untuk selanjutnya diolah menjadi baterai ion lithium. Untuk itu, pemerintah bakal meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal di sekitar wilayah industri Morowali, Sulawesi Tengah dengan mendirikan sejumlah politeknik dan sekolah menegah kejuruan.

"Harus dilatih untuk menggantikan tenaga-tenaga asing, itu sedang berjalan," kata Luhut.

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini mengatakan bahwa sejumlah pabrikan otomotif internasional sudah meneken kerja sama dengan pemerintah untuk proyek produksi barang elektronik dan pengembangan kendaraan listrik. Luhut mengatakan produsen mobil asal Amerika Serikat Ford sudah meneken kerja sama dengan pemerintah sejak tiga minggu lalu.

Adapun nilai investasi yang disepakati mencapai US$ 500 juta. "Angkanya bisa lebih besar dari itu karena ini angka pertama dia masuk," ujarnya.

Selain itu, pabrikan otomotif asal Jerman Volkswagen (VW) juga tertarik memanamkan modalnya ke wilayah industri Mowowali. Kawasan industri Morowali merupakan wilayah industri berbasis nikel yang memiliki produk utama berupa nikel, stainless steel dan carbon steel.

Industri pendukungnya terentang dari coal power plant, pabrik mangan, silikon, chrome, kapur, kokas, hingga pelabuhan samudera dan bandara.

"VW ini join dengan perusahaan Tiongkok yang ada di sini, yaitu Huayou. Kemudian ada BASF dari Jerman. Kemudian Tesla kami masih negosiasi terus karena mereka masih sibuk di urusan dalam negeri seperti masalah Twitter dan sebagainya," kata Luhut.

Sebelumnya, Luhut menjelaskan sebelum adanya larangan ekspor nikel mentah disetop pada 2015, capaian ekspor komoditas tersebut hanya US$ 1,1 miliar. Angka itu melesat hingga US$ 21 miliar pada tahun 2021 sesudah adanya pelarangan ekspor bijih nikel.

"Tahun ini ekspornya akan mendekati US$ 30 miliar. Dampak hilirisasi atas kebijakan Presiden Joko Wiododo sangat besar pada ekonomi kita," ujar Luhut.

Luhut mengatakan, ekspor bijih nikel ke Tiongkok dapat mencapai 98%. Padahal, Indonesia hanya memiliki 3,1 miliar ton atau 2,9% cadangan nikel dunia. Luhut memperhitungkan, potensi hilirisasi bijih nikel dapat mencapai US$ 34 miliar. "Saat ini hampir US$ 10 miliar," ujar dia.

Hilirisasi bijih nikel tersebut dapat digunakan untuk memasok baterai dan kerangka kendaraan listrik. Selain itu, bijih nikel juga dapat diproses menjadi stainless steel slab yang memiliki peningkatan nilai ekspor hingga 10,2 kali lipat dibandingkan bijih nikel.

Di sisi lain, hilirisasi produk mineral dinilai dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja. Salah satunya, jumlah pekerja di Morowali meningkat lantaran adanya pabrik kerangka kendaraan listrik. Hingga 2024, jumlah pekerja di pabrik Morowali akan mencapai 95 ribu orang.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu