Kementerian ESDM dan Perusahaan Australia Kaji Olah Logam Tanah Jarang
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan pihaknya bekerja sama dengan sejumlah perusahaan Australia untuk mengkaji teknologi pengolahan logam tanah jarang yang banyak ditemukan di sejumlah wilayah Indonesia.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono mengatakan, logam tanah jarang di Indonesia berpotensi digunakan untuk bahan baku baterai dan lapisan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) kendaraan tempur, tank, dan senjata. Logam ini juga dapat digunakan termasuk untuk turbin, kaitannya dengan transisi energi.
"Logam tanah jarang difungsikan agar lapisan lebih ringan dan cepat, penyimpanan baterai juga memerlukan itu," Kata Eko Budi saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (9/8).
Menurut dia, perkembangan logam tanah jarang hingga saat ini masih sampai pada tahapan eksplorasi awal, yakni berupa pemetaan, georadar-geomagnet, dan perhitungan potensi kandungan.
Maka itu, guna meningkatkan tahapan eksplorasi menjadi semakin masif, Kementerian ESDM juga bekerja sama dengan pihak dari dalam dan luar negeri. Salah satunya yakni, melakukan kajian bersama sejumlah perusahaan Australia penyedia teknologi pengolahan logam tanah jarang.
Menurut Eko Budi, pengembangan logam tanah jarang memerlukan penanganan yang lebih rumit dibanding mineral, khususnya terkait teknologi.
"Setiap tahun memang terus kami kaji. Kemarin kunjungan ke Australia untuk belajar bagaimana pengembangan logam tanah jarang di sana dan bagaimana mereka mengekstraknya. Mereka sudah maju sekali," sambungnya.
Kementerian ESDM mencatat, sebagian besar logam tanah jarang tersimpan di Pulau Bangka Belitung dengan monasit 186.663 ton dan senotim 20.734 ton. Logam tanah jarang juga ditemukan Sumatera Utara sebanyak 19.917 ton, Kalimantan Barat 219 ton, dan Sulawesi Tengah 443 ton.
Badan Geologi Kementerian ESDM juga menemukan kandungan potensi logam tanah jarang di lokasi semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam hal ini, , mereka melakukan kajian bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (TekMIRA).
Adapun, kajian mengenai kandungan logam di Lumpur Lapindo masih terus berlangsung. "Kami pernah survei di sana dan ambil sampel. Hasil memaparkan ada beberapa mineral kritis seperti lithium dan stronsium. Hanya saja sampai saat ini belum pernah dihitung berapa besar sumber daya atau cadangannya," jelas Eko Budi.
Saat ini, pemerintah melalui PT Timah tengah menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi dari Kanada untuk mengembangkan teknologi pengolahan logam tanah jarang monasit dengan kapasitas pengolahan 1.000 ton per tahun.
Adapun pemanfaatan logam tanah jarang secara umum akan dikelola oleh dua kementerian, yakni Kementerian ESDM yang mengatur sektor hulu dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengelola sektor hilir.
Kementerian ESDM memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan ekstraksi timah menjadi monasit untuk selanjutnya dijadikan logam. Sementara itu, Kemenperin memiliki fungsi untuk mengubah logam tersebut menjadi barang yang memiliki nilai jual tinggi seperti magnet atau bahan baku lapisan kendaraan militer dan penerbangan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan, eksploitasi logam tanah jarang masih terbatas. Adapun indikasi lokasi yang sudah terpetakan sebagai sumber daya sejauh ini baru ditemukan delapan lokasi yang seluruhnya baru dilakukan eksplorasi.
Ridwan mengungkapkan, dari tahapan eksplorasi, logam tanah jarang terindikasi terdapat di 7 lokasi, kemudian ada keterdapatan di 9 lokasi, dan sudah terpetakan sebagai sumber daya di 8 lokasi. Tahun ini progres pengolahan logam tanah jarang di Pulau Bangka Blitung sejak 2021 sudah masuk ke tahap eksplorasi detail yang mencakup kegiatan pengeboran yang lebih rapat dan uji ekstraksi.
“Sejak 2021 sudah melakukan eksplorasi awal dengan hasil estimasi sumber daya di Bangka Selatan dengan potensi area seluas 255 hektar dan total voume 35 ribu ton lebih logam tanah jarang," kata Ridwan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR pada Senin (11/4).
Harapannya, lanjut Ridwan, nanti pada 2024 ekploitasi detail akan dilakukan di Ketapang, Sibolga, Pegunungan Tiga Puluh, dan Papua. Ini adalah tahapan awal dalam rangka memperoleh manfaat dari mineral logam langka ini.
Ridwan mengatakan, saat ini upaya eksplorasi tidak hanya dikerjakan oleh PT Timah. Perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Mitra Stania Prima, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Ayi Jaya juga terlibat dalam melakukan kegiatan eksplorasi.