Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan harga BBM bersubsidi Pertalite tidak akan mengalami kenaikan atau tetap ditahan di harga Rp 7.650 per liter.
"Harga Pertalite sementara tetap dipertahankan dan sementara kami mengimbau masyarakat untuk hemat dalam konsumsi BBM," kata Arifin saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian ESDM pada Kamis (11/8).
Dia menambahkan, pemerintah bakal menambah jumlah kuota Pertalite tahun ini dengan mempertimbangkan migrasi konsumen akibat naiknya harga Pertamax pada 1 April lalu. "Kami perkirakan tadinya tambah 10% kalau ada migrasi ke Pertalite yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan," sambungnya.
Pertamina hingga Juli telah menyalurkan Pertalite sejumlah 16,8 juta kilo liter (kl) dari total kuota 23 juta kl hingga akhir tahun. Dengan kuota saat ini yang tersisa 6,2 juta kl diharap bisa memenuhi permintaan hingga Desember 2022.
Sementara untuk BBM bersubsidi Solar, Pertamina sudah menyalurkan 9,9 juta kl dari total kuota 14,9 juta kl di tahun 2022 atau tersisa 5 juta kl sampai akhir tahun. "Karena kita harus menjaga kestabilan, kita punya kekuatan anggaran," ujar Arifin.
Pada kesempatan tersebut, Arifin meminta kepada para masyarakat golongan mampu untuk tidak membeli BBM bersubsidi Pertalite dan Solar. Mantan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia itu berharap, penurunan serapan BBM bersubsidi di masyarakat bisa mengurangi beban negara berupa subsidi dan kompensasi.
"Pemerintah berupaya sekuat tenaga menahan bengkaknya nilai subsidi yang luar biasa. Tetapi apakah kalau begini terus bisa bertahan," jelas Arifin.
Berdasarkan formulasi perhitungan yang dilakukan oleh Pertamina pada Juli 2022, harga keekonomian Solar adalah Rp 18.150 per liter, sedangkan harga jual masih Rp 5.150 per liter. Kondisi ini membuat pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp 13.000 per liter.
Sementara itu, harga keekonomian BBM bersubsidi Pertalite berada pada angka Rp 18.150 per liter. Pertamina menjual Pertalite Rp 7.650 per liter, sehingga setiap liter Pertalite yang dibeli oleh masyarakat mendapatkan subsidi Rp 9.550 per liter dari pemerintah.
Sebelumnya diberitakan, tingginya harga minyak membuat pemerintah mengajukan tambahan anggaran subsidi energi dan kompensasi tahun ini menjadi Rp 520 triliun, naik lebih dari dua kali lipat anggaran sebelumnya yang "hanya" Rp 134,03 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengajuan tambahan ini adalah konsekuensi langkah pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik meski harga minyak dunia meningkat.
Adapun rendahnya anggaran subsidi energi awal tahun ini karena APBN yang berasumsi rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) hanya sebesar US$ 63 per barel sepanjang tahun. Nyatanya, harga minyak melonjak hingga nyaris menyentuh US$ 130 per barel, lebih dari dua kali lipat dalam asumsi awal APBN.
Lonjakan harga minyak disebabkan oleh ketatnya pasokan yang diperparah dengan gangguan pasokan lebih lanjut imbas perang Rusia-Ukraina terutama oleh sanksi yang dijatuhkan negara Barat atas pasokan minyak dan gas Rusia.