Ekonomi AS-Cina Melemah, Harga Minyak Turun ke Level Terendah 6 Bulan

Katadata
Ilustrasi kilang minyak.
Penulis: Happy Fajrian
17/8/2022, 12.23 WIB

Harga minyak melanjutkan koreksinya hari ini, Rabu (17/8), tertekan sentimen pelemahan perekonomian global yang memukul prospek permintaan energi di masa depan. Dua harga minyak acuan dunia, Brent dan West Texas Intermediate (WTI) turun ke level terendah dalam enam bulan.

Harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman September sempat menyentuh level US$ 91,71 per barel, terendah sejak 18 Februari. Kini harganya telah kembali naik ke level US$ 92,94. Sedangkan WTI sempat menyentuh US$ 85,73 per barel, terendah sejak 26 Januari 2022, dan kini diperdagangkan di US$ 87,17. Pada sesi sebelumnya, dua harga minyak acuan dunia ini telah terkoreksi sekitar 3%.

Harga minyak masih tertekan sentimen pelemahan ekonomi dunia seiring rilis data ekonomi yang mengecewakan di Amerika Serikat (AS) dan Cina. Negeri Panda merupakan negara pengimpor minyak mentah terbesar di dunia.

Pembangunan rumah di Amerika jatuh ke level terendah dalam hampir 18 bulan pada Juli terbebani tingkat suku bunga hipotek dan harga bahan bangunan yang lebih tinggi. Diperkirakan pasar properti AS dapat terkontraksi lebih lanjut pada kuartal ketiga.

“Pedagang minyak bereaksi karena kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi dan sektor perumahan yang berdampak pada konsumsi energi,” kata analis komoditas di Price Futures Group, Phil Flynn, seperti dikutip Reuters, Rabu (17/8).

Sementara itu bank sentral Cina memangkas suku bunga pinjaman sebagai upaya untuk mendorong permintaan. Ekonomi Cina melambat secara tak terduga pada Juli imbas kebijakan nol-Covid pemerintah Cina dan krisis properti yang memperlambat aktivitas pabrik dan ritel.

Media pemerintah mengutip Perdana Menteri Li Keqiang yang mengatakan bahwa Cina akan secara wajar meningkatkan dukungan kebijakan makro untuk ekonomi.

Di sisi lain, Amerika dan Iran masih terus mencari jalan untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015. Kegagalan mencapai kesepakatan dapat memicu perang baru di kawasan itu dan akan menjadi berita buruk bagi pasar minyak karena Iran merupakan salah satu produsen minyak terbesar.