Harga Pertalite Bakal Naik, Bagaimana Nasib Pembatasan BBM Bersubsidi?

ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/rwa.
Petugas membantu warga untuk pendaftaran pembelian BBM Subsidi di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Manado, Sulawesi Utara, Jumat (01/07/2022).
19/8/2022, 15.36 WIB

Pemerintah berencana untuk membatasi distribusi BBM bersubsidi melalui program subsidi tepat MyPertamina. Ratusan ribu kendaraan roda empat dilaporkan telah mendaftar melalui laman web subsiditepat.mypertamina.id, melalui aplikasi MyPertamina di ponsel, atau mendaftar langsung di SPBU.

Namun belum juga kebijakan yang bertujuan untuk membuat penyaluran subsidi lebih tepat sasaran itu berjalan karena belum rampungnya revisi payung hukum yang dibutuhkan, kini sudah muncul wacana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai upaya untuk menekan besarnya subsidi dan kompensasi energi.

Apalagi, kuota BBM bersubsidi, Pertalite dan bio Solar, sudah semakin tipis. Hingga Juli Pertamina telah menyalurkan 16,8 juta kilo liter (kl) Pertalite dari total kuota 23 juta kl hingga akhir tahun atau sekitar 73%. Sehingga saat ini tersisa 27% atau 6,2 juta kl yang diharap bisa memenuhi permintaan hingga Desember 2022.

Sementara untuk solar bersubdisi, Pertamina sudah menyalurkan 66,4% atau 9,9 juta kl dari total kuota 14,9 juta kl tahun ini. Sehingga tersisa 33,6% 5 juta kl sampai akhir tahun. Jika dirata-rata hingga Juli, konsumsi Pertalite mencapai 2,4 juta kl per bulan, sedangkan Solar 1,41 juta kl per bulan.

Sedangkan tahun depan, anggaran subsidi dan kompensasi energi dipangkas 33% dari Rp 502,4 triliun menjadi "hanya" Rp 336,7 triliun. Sehingga konsumsi BBM bersubsidi harus dibatasi atau harganya dinaikkan.

Sejumlah pakar ekonomi energi menilai pembatasan BBM bersubsidi dengan menaikkan harga dan seleksi kapasitas mesin kendaraan melalui MyPertamina dirasa kurang adil. Mereka menilai kebijakan itu sama saja mengulang kegagalan pembatasan BBM bersubsidi di masa lalu seperti penggunaan kartu kendali maupun stiker elektronik.

Jalan terbaik untuk membatasi kebocoran subsidi BBM adalah mengerucutkan penyaluran BBM bersubsidi kepada kendaraan roda dua dan angkutan umum transportasi dan logistik plat kuning sembari melarang penjualan ke kendaraan pribadi.

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan pemerintah harus menetapkan kriteria yang jelas dalam pembatasan BBM bersubsidi. Kriteria yang dimaksud adalah membagikan jatah BBM bersubsidi untuk sektor produktif seperi angkutan umum, nelayan, dan sepeda motor.

"Sementara untuk mobil-mobil pribadi migrasi ke Pertamax itu lebih baik daripada menaikkan harga Pertalite maupun pendataan kendaraan dengan MyPertamina sehingga masalah akut itu tidak terulang kembali," kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Jumat (19/8).

Fahmy mengatakan, seleksi BBM bersubsidi lewat skema pendataan kapasitas mesin sulit untuk dipantau dan membuka celah ketidakadilan. Dia mencontohkan, saat ini sudah banyak mobil mewah yang memiliki kapasitas mesin di bawah 1.500 CC.

Sementara itu masih banyak warga kelas menangah ke bawah yang punya mobil lawas dengan kapasitas mesin di atas 1.500 CC hingga 2.000 CC. Belum lagi ada warga yang memiliki lebih dari satu mobil berkapasitas 1.500 CC.

"Kalau gitu, banyak mobil mewah yang berhak memperoleh Pertalite. Ini tidak adil, opsi yang paling mudah saat ini adalah menetapkan yang berhak membeli BBM bersubsidi adalah pemilik sepeda motor dan angkutan umum. Ini harus segera disahkan di revisi Perpres 191 tahun 2014," ujar Fahmy.

Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan kriteria kendaraan yang boleh menerima BBM bersubsidi yang kini sedang dirumuskan di revisi Perpres 191 Tahun 2014 harus dipertegas pada aspek konsumsi untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi.

"Tegas saja lah. Pertalite hanya kendaraan roda dua, angkutan umum plat kuning, UMKM atau perkebunan dan pertanian dengan surat rekomendasi dari pihak terkait. Solar juga sama, untuk kendaraan plat kuning," kata Mamit.

"Kalau bisa solar ini lebih spesifik, untuk roda enam jangan dibatasi 200 liter per hari tapi, cukup 100 liter per hari. Ini untuk menghindari penyelewengan," ujarnya menambahkan.

Dia menilai pendataan kendaraan lewat MyPertamina dirasa kurang efektif untuk dijadikan sebagai basis penentu sasaran distribusi BBM bersubsidi. "Saya khawatir tidak akan jalan efektif, saya lebih memilih hanya untuk spesifikasi kendaraan-kendaraan yang untuk pembangunan ekonomi masyarakat. Lebih jelas," ujar Mamit.

Ragam Skema Pembatasan BBM Bersubsidi di Masa Lalu

Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan beragam skema untuk menahan laju pemborosan distribusi BBM bersubsidi. Akan tetapi dari sejumlah kebijakan tersebut, sebagaian besar hanya bertahan dalam jangka pendek. Kebijakan tersebut perlahan gugur seiring berjalannya waktu.

Sebelum menerapkan pembatasan BBM bersubsidi dengan sistem digital, Pemerintah kerap kali mengadakan program-program pembatasan BBM bersubsidi, sebagai berikut:

1. Penggunaan Kartu Kendali

Kebijakan pembatasan dengan kartu kendali telah dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Salah satu diantara di Kalimantan Tumur. PT Pertamina Patra Niaga bahkan menargetkan 36 ribu kartu kendali pembelian solar subsidi sudah terbagi ke hingga akhir tahun 2022.

Kartu kendali adalah kartu yang digunakan untuk mencatat pembelian solar bersubsidi. Pada kartu tersebut tercantum nomor polisi kendaraan dan jenis kendaraannya. Setiap kali membeli solar bersubsidi di SPBU, petugas akan mencatat jenis kendaraan dan nomor polisinya, berikut jumlah pembeliannya.

Aturan kartu kendali ini berpasangan dengan aturan pembatasan pembelian solar subsidi dan siapa saja yang berhak membeli solar subsidi. Truk atau kendaraan industri, terutama pertambangan dan perkebunan dilarang menggunakan solar bersubsidi.

2. Penggunaan Stiker

Sekitar satu dekade lalu, pemerintah menerapkan pembatasan distribusi BBM bersubsidi terhadap kendaraan dinas kementerian dan lembaga pemerintahan serta BUMN dan BUMD. Kendaraan-kendaraan tersebut dipasangi stiker berwarna orange bertulisan "Tidak Menggunakan BBM Bersubsidi".

Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Target yang ingin dicapai Pemerintah adalah menjaga agar konsumsi BBM Tertentu ketika itu tidak lebih dari 40 juta KL.

Penghematan BBM melalui pelaksanaan Perpres 15 tahun 2012 dapat menjaga agar konsumsi BBM Tertentu dapat dikurangi dari 47 juta KL menjadi 44 juta KL, sedangkan pembatasan penggunaan dan peningkatan pengawasan pendistribusian dan konsumsi BBM Tertentu akan menghemat BBM bersubsidi.

3. Penggunaan Stiker Elektronik

Apabila pembatasan di kendaraan milik instansi pemerintah diterapkan dengan dipasangi stiker berwarna orange bertulisan "Tidak Menggunakan BBM Bersubsidi". Maka, pembatasan penyaluran BBM bersubsidi di kendaraan pribadi menggunakan stiker elektronik.

Tujuannya, agar tak timbul kericuhan di stasiun pengisian bahan bakar umum dan kebingungan di kalangan petugas SPBU. Mobil-mobil di bawah 1.300 CC atau 1.500 CC akan memperoleh stiker. Tetapi, mobil yang tidak boleh membeli BBM bersubsidi tidak akan mendapatkan stiker. Adapun kebijakan ini mencuat pada 2012 lalu.

Anggota Komite BPH Migas periode 2007-2017, Ibrahim Hasyim, mengatakan secara teknis penggunaan stiker elektronik relatif mudah karena tinggal meminta data kendaraan pribadi kepada pihak kepolisian. "Jadi teknisnya, mobil pribadi yang nanti tetap boleh menikmati BBM subsidi akan dipasangi stiker," kata Hasyim kala itu.

4. Radio Frequency Identification (RFID)

Wacana pembatasan distribusi BBM juga pernah dilakukan melalui penerapan penggunaan Radio Frequency Identification (RFID) dalam hal pengisian BBM pada 2017.

RFID merupakan sebuah teknologi yang menggunakan gelombang radio untuk membaca dan menangkap informasi yang tersimpan dalam sebuah piranti bernama RFID tag atau label yang ditempelkan pada objek atau benda.

RFID bekerja secara otomatis mengidentifikasi objek untuk mengumpulkan data tentang objek tersebut dan kemudian memasukkannya dalam sebuah sistem komputer. Data yang dipancarkan dan dikirimkan tadi dapat berisi beragam informasi seperti ID, informasi lokasi, atau informasi lainnya.

Selain dipasang pada kendaraan, Pertamina juga memasang RFID Reader di dispenser SPBU dan di nozel SPBU. Setiap kendaraan yang mau mengisi BBM subsidi harus wajib terpasang RFID di mobilnya. RFID ini saat ini banyak terlihat di berbagai SPBU di Jakarta, namun sayang, ketentuan ini tidak berlanjut.

5. Penggunaan Aplikasi MyPertamina

Pemerintah akan mengujicoba pembatasan pembelian BBM bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina mulai Agustus 2022. Tujuan penggunaan aplikasi digital ini untuk memastikan subsidi energi tepat sasaran, baik untuk Pertalite, solar hingga elpiji atau LPG 3 kilogram.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, mengatakan para calon konsumen diwajibkan untuk mengisi data diri dan data kendaraan di aplikasi Mypertamina. Nantinya, data tersebut akan diverfikasi oleh pemerintah untuk menentukan apakah si calon konsumen berhak mendapatkan jatah BBM bersubsidi dan LPG 3 kg.

Salah satu data yang diidentifikasi yakni nomor pelat kendaraan. Selain menyaring calon pembeli BBM bersubsidi, digitalisasi penyaluran juga mengatur kuota BBM per hari bagi masyarakat yang berhak menerima. Sistem secara otomatis bakal mengunci alokasi BBM subsidi bila penerima tak berhak.

“Saat sudah ada kriteria yang jelas nanti akan diset digitalisasinya, kalau yang tidak berhak ini [BBM] tidak bisa keluar BBM dari nozzle (corong),” kata Nicke dalam Media Gathering di Grha Pertamina Jakarta, beberapa waktu lalu.

Rencana ini akan direalisasikan usai pemerintah mengesahkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Revisi Perpres tersebut juga mengatur petunjuk teknis dan kriteria konsumen yang boleh menerima BBM bersubsidi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu