Rusia dan Iran berencana membentuk kartel komoditas gas alam, mirip seperti OPEC pada minyak mentah. Kedua negara bahkan telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) untuk kerja sama bernilai US$ 40 miliar ini antara Gazprom dan National Iranian Oil Company (NIOC).
Dengan berlandaskan Gulf Exporting Countries Forum (GECF) saat ini, OPEC gas ini akan memungkinkan koordinasi proporsi yang luar biasa atas cadangan gas dunia dan kontrol atas harga gas di tahun-tahun mendatang.
Rusia merupakan negara dengan cadangan gas terbesar di dunia saat ini yakni mencapai 48 triliun meter kubik (tcm), dan Iran berada di posisi kedua dengan 34 tcm. Artinya kedua negara berada pada posisi yang sangat ideal untuk membentuk OPEC gas.
Melalui aliansi ini, Rusia dan Iran kemungkinan ingin mengontrol sebanyak mungkin dari dua elemen kunci dalam matriks pasokan gas global, yakni gas yang dipasok melalui jalur pipa dan gas yang dipasok melalui kapal di gas alam cair (LNG).
“Sekarang Rusia telah sampai pada kesimpulan bahwa konsumsi gas di dunia akan meningkat dan kecenderungan konsumsi LNG meningkat dan mereka sendiri tidak mampu memenuhi permintaan dunia, sehingga tidak ada ruang tersisa untuk persaingan gas (antara Rusia dan Iran),” kata ketua Serikat Eksportir Minyak, Gas, dan Produk Petrokimia Iran Hamid Hosseini seperti dikutip Oilprice.com, Rabu (24/8).
Dia menambahkan bahwa pemenang perang Rusia-Ukraina adalah Amerika Serikat, dan mereka akan merebut pasar Eropa. Sehingga jika Iran dan Rusia dapat mengurangi pengaruh Amerika Serikat di pasar minyak, gas, dan produk dengan bekerja sama, itu akan menguntungkan kedua negara.
MoU Gazprom-NIOC berisi empat elemen kunci yang diarahkan untuk membangun OPEC gas'. Pertama, Gazprom telah menjanjikan bantuan penuhnya kepada NIOC dalam pengembangan ladang gas Kish dan North Pars senilai US$ 10 miliar agar dapat memproduksi gas lebih dari 10 juta meter kubik (mcm) per tahun.
Kedua, Gazprom juga akan sepenuhnya membantu proyek senilai US$ 15 miliar untuk meningkatkan tekanan di ladang gas raksasa South Pars di perbatasan maritim antara Iran dan Qatar.
Ketiga, Gazprom akan memberikan bantuan penuh dalam penyelesaian berbagai proyek liquefied natural gas (LNG) dan pembangunan pipa ekspor gas. Keempat, Rusia akan memeriksa semua peluang untuk mendorong kekuatan gas utama lainnya di Timur Tengah untuk bergabung dalam peluncuran bertahap kartel gas.
Gas secara luas dilihat sebagai produk optimal dalam transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, sehingga mengendalikan sebanyak mungkin aliran global itu akan menjadi kunci untuk tenaga berbasis energi selama sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan.
“Seperti yang telah dilakukan sebelumnya. terlihat dalam skala yang lebih kecil dalam penguasaan Rusia atas Eropa melalui pasokan gasnya,” kata pejabat senior dari Kementerian Perminyakan Iran.
Aliansi Rusia-Iran difokuskan untuk menarik dukungan terbuka atau terselubung untuk konstruksi OPEC gas dari produsen besar lainnya di Timur Tengah yang dianggap belum memutuskan untuk berkomitmen pada poros Rusia-Iran-Cina atau poros AS-Eropa-Jepang.
Qatar (dengan cadangan gas terbesar ketiga di dunia hanya sedikit di bawah 24 tcm, dan pemasok LNG teratas) telah lama dilihat oleh Rusia dan Iran sebagai kandidat utama untuk kartel gas ini, mengingat bahwa Qatar telah bermitra dengan Iran dalam mengelola reservoir seluas 9.700 kilometer persegi.
Reservoir itu menampung setidaknya 51 tcm gas dan 50 miliar barel kondensat alam. Iran memiliki hak eksklusif atas 3.700 km persegi reservoir ini di ladang South Pars yang mengandung sekitar 14 tcm gas, dan sisanya 6.000 km persegi yang mengandung 37 tcm gas dikelola dengan Qatar's North Field.
Bersama-sama, Rusia, Iran, dan Qatar menguasai nyaris 60% cadangan gas dunia, dan mereka adalah tiga negara yang berperan dalam pendirian GECF, yang 11 anggotanya mengendalikan lebih dari 71% cadangan gas global, 44% dari produksi gas dunia, 53% dari jaringan pipa gas, dan 57% ekspor LNG.