Harga minyak mentah dunia kembali melonjak sekitar empat persen pada akhir perdagangan Senin kemarin. Penguatan tersebut memperpanjang kenaikan pada akhir pekan lalu di tengah risiko pengurangan produksi OPEC+ dan konflik di Libya.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober bertambah 3,95 dolar AS atau 4,2% menjadi menetap di 97,01 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sedangkan, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 4,1 dolar atau 4,1% menjadi ditutup pada 105,09 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.
Reli terjadi karena pelaku minyak mempertimbangkan prospek pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+.
Menteri energi Arab Saudi mengisyaratkan pekan lalu bahwa ada keterputusan antara harga berjangka dan fundamental, dan bahwa OPEC+ memiliki sarana untuk menghadapi tantangan termasuk memangkas produksi untuk memulihkan keseimbangan pasar.
"Harga minyak lebih tinggi di tengah harapan pengurangan produksi dari OPEC dan sekutunya untuk memulihkan keseimbangan pasar dalam menanggapi kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran," kata wakil presiden penelitian komoditas di Religare Broking, Sugandha Sachdeva seperti dikutip dari Antara, Selasa (30/8).
Kenaikan harga minyak dibatasi oleh dolar AS yang kuat, yang mencapai level tertinggi 20 tahun pada Senin (29/8/2022) setelah ketua Federal Reserve mengisyaratkan bahwa suku bunga akan dipertahankan lebih tinggi lebih lama untuk mengekang inflasi.
Harga juga mendapat dukungan karena pelaku pasar khawatir bahwa kerusuhan di Libya dapat mengganggu pasokan minyak mentah.
Kerusuhan di ibu kota Libya pada akhir pekan yang mengakibatkan 32 kematian, memicu kekhawatiran bahwa negara itu dapat tergelincir ke dalam konflik besar dan mengganggu pasokan minyak dari negara OPEC.