Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyebut kenaikan harga BBM solar berdampak pada biaya produksi yang naik, sementara harga bijih nikel di pasar menurun. Sekertaris Jendral APNI, Meidy Katrin Lengkey menyebut kebutuhan bahan bakar menyumbang 35% dari total biaya produksi.
Penambahan biaya produksi dihitung dari stripping ratio, beban pengangkutan dari pit ke pelabuhan dan biaya pengangkutan tongkang dari tambang ke pelabuhan smelter.
Stripping ratio adalah perbandingan antara volume massa batuan yang dibongkar (lapisan tanah tertutup) dengan nikel yang diambil. Kegiatan ini dinilai memakan biaya yang besar dalam kegiatan pertambangan.
Menurut Meidy, rata-rata biaya produksi perusahaan tambang nikel di Sulawesi, Maluku Utara dan wilayah lain sebelum adanya kenaikan harga BBM berkisar US$ 18-20 per ton. Angka ini naik menjadi US$ 21-23 per ton usai pemerintah menaikan harga BBM solar.
"Ini perhitungan CIF (Cost, Insurance and Freight). Masing-masing perusahaan bisa beda. Nah dengan kenaikan harga bahan bakar ini untuk biaya produksi untuk naik jadi US$ 23 per ton," kata Meidy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Ahad (11/9).
Penjualan bijih nikel diatur dalam regulasi harga patokan mineral berbasis Freight in Board atau FOB. Dalam pelaksanaannya, smelter hanya mau melakukan pembelian bijh nikel dengan kontrak CIF, sehingga penambang menanggung biaya pengiriman tongkang yang berimplikasi pada meningkatnya biaya tongkang yang sebelumnya US$ 6 per wet metrik ton (wmt) menjadi US$ 8 per wmt. Beban produksi naik 10% sampai 15%.
Sementara itu, kenaikan biaya produksi tidak dibarengi dengan menaiknya harga jual bijih nikel di pasar dalam negeri. Meidy mengatakan, harga bijih nikel berkadar 1,8% dengan kontak CIF berada di US$ 49,04 per wmt. Angka ini turun dari bulan lalu senilai US$ 50,03 wmt.
"Harga international untuk bijih NIkel 1.8% September US$ 102.50 per wmt, sedangkan harga HPM bijih nikel 1.8% hanya US$ 49.04 per wmt," jelas Meidy. "Masalahnya harga BBM dan biaya produksi naik, harga jual turun."
Harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) dalam tiga bulan terakhir turun cukup dalam dari US$ 29.975 per ton pada akhir Mei 2022 menjadi US$ 21.450 per ton pada akhir pekan lalu, Jumat (9/9). Bahkan pada pertengahan Juni, harga nikel sempat menyentuh di bawah US$ 20.000, yakni US$ 19.050 per ton.