Adaro Bangun Smelter Alumunium dengan Produksi 500 ribu Ton per Tahun

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/YU
Foto udara panel surya di atap pabrik Schneider Electric di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/7/2022).
13/9/2022, 15.17 WIB

PT Adaro Minerals Indonesia akan membangun smelter aluminium di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Proyek smelter yang dikerjakan PT Adaro Aluminum ditargetkan memproduksi 1,5 juta ton aluminium per tahun.

Produksi alumunium dari smelter itu akan menjadi bahan baku untuk menunjang bisnis energi baru dan terbarukan seperti kendaraan listrik, pembangkit listrik tenaga angin dan pembangkit listrik tenaga surya. "Industri ini bakal butuh baja dan alumunium dalam rantai pasoknya," kata Investor Relation Manager Adaro Minerals Indonesia, Danuta Komar, dalam konferensi pers Public Expose pada Selasa (13/9).

Pembangunan smelter akan berjalan dalam tiga tahap. Pada fase pertama, perseroan akan membangun smelter dengan kapasitas 500.000 ton per tahun aluminium dengan estimasi operasi komersial alias commercial operating date (COD) pada kuartal pertama 2025.

Kemudian pada fase kedua kapasitas produksi aluminium tambahan sampai 500.000 ton per tahun yang direncanakan rampung pada kuartal keempat 2026.

Adapun pada fase ketiga, Adaro Minerals akan menggunakan pembangkit listrik tenaga air sebagai sumber energi untuk mengasilkan kapasitas produksi tambahan sampai 500.000 ton per tahun.

Fase ketiga ini menjadi pembeda dari dua fase sebelumnya yang masih menggunakan bahan bakar batu bara sebagai sumber energi. "Fase ketiga kami menargetka smelter aluminium ini akan berpoerasi penuh pada kuartal keempat pada tahun 2029," ujar Danuta.

Pada forum yang sama, Direktur Adaro Minerals Indonesia, Wito Krisnahadi, menyampaikan progres smelter saat ini masih dalam persiapan untuk pre-konstruksi berupa pengadaan material dan penyediaan alat berat di lokasi pembangunan smelter. "Pembebasan lahan hampir 100% dengan perkiraan belanja modal mencapai US$ 1,1 miliar," kata Wito.

Adapun pembiayaan pembangunan smelter ditopang dari ekuitas dan utang bank. Dengan komposisi 30% sampai 40% ekuitas dan 60% sampai 70% pendanaan dari bank.

Lebih lanjut, kata Wito, produk aluminium dari smelter akan diprioritaskan untuk suplai pasar domestik. Sebagian hasil produksi juga dijual ke negeri tetangga. “Indonesia terpaksa impor aluminium, dan kami mencoba kurangi ketergantungan impor," ujar Wito.

Menurut paparan perusahaan, kendaraan listrik akan menggunakan 30% aluminium lebih banyak dari pada kendaraan dengan mesin pembakar internal. Selain itu, aluminium juga menjadi bahan baku pada pengembangan energi baru dan terbarukan seperti pada pembangkit listrik tenaga angin yang membutuhkan 1 ton aluminium pada satu turbin angin tunggal dan diperkirakan ada 4 miliar ton permintaan aluminium dari sektor tenaga surya sampai 2040.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu