Harga minyak merosot hampir 2% pada Senin (10/10), setelah kenaikan lima sesi berturut-turut. Harga anjlok karena investor khawatir bahwa awan badai ekonomi dapat menandakan resesi global dan mengikis permintaan bahan bakar.
Mengutup Reuters, Minyak mentah berjangka Brent turun 1,8% atau US$ 1,73 menjadi US$96,19 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate turun 1,6% atau US$ 1,51 menjadi US$91,13 per barel. Kedua tolok ukur telah meningkat selama minggu sebelumnya sebagian besar karena ekspektasi pengetatan pasokan global.
Harga minyak turun di tengah komentar dari para pejabat The Federal Reserve AS tentang kenaikan suku bunga dan pengaruhnya terhadap perekonomian.
Wakil Ketua Fed Lael Brainard mengatakan, ekonomi mulai merasakan kebijakan moneter yang lebih ketat, tetapi dampak dari kenaikan suku bunga bank sentral tidak akan terlihat selama berbulan-bulan.
Komentar Brainard mengikuti pernyataan Presiden Fed Chicago Charles Evans bahwa ada konsensus kuat di The Fed untuk menaikkan suku bunga kebijakan target menjadi sekitar 4,5% pada Maret dan mempertahankannya.
"Ada lebih banyak malapetaka dan kesuraman dari orang-orang karena apa yang akan The Fed lakukan terhadap ekonomi. Mereka tidak begitu yakin bahwa inflasi akan terkendali meski sudah menaikkan bunga dan itulah permainan makro yang membebani minyak," kata John Kilduff. , mitra di Again Capital LLC di New York.
Harga minyak juga berjuang di bawah penguatan dolar AS yang naik untuk sesi keempat. Dolar yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli non-Amerika.
Di sisi lain, prospek pengetatan pasokan minyak OPEC+ membatasi penurunan harga. Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, memutuskan pekan lalu untuk menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari.
Namun, tanda-tanda bahwa pemimpin de facto kelompok itu, Arab Saudi, akan terus melayani pelanggan Asia menurunkan ekspektasi dampak pemotongan.
Sumber Reuters menyebut, Saudi Aramco telah memberi tahu setidaknya tujuh pelanggan di Asia bahwa mereka tetap akan menerima volume kontrak penuh minyak mentah pada November menjelang puncak musim dingin.
"Keputusan OPEC+ akan berdampak pada pasar pasokan minyak karena pengurangan produksi aktual akan lebih kecil," kata Fitch Ratings dalam catatannya.
Harga Brent dan WTI membukukan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2022, setelah rencana pengurangan produksi diumumkan.
Harga minyak ke depan juga akan dipengaruhi oleh langkah Uni Eropa akhir pekan lalu mendukung rencana G7 untuk memberlakukan batasan harga pada ekspor minyak Rusia. Selain itu, aktivitas layanan di China selama September mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam empat bulan karena pembatasan Covid-19 menekan permintaan dan kepercayaan bisnis.