Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana untuk menghentikan operasional atau pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara hingga 15 gigawatt (GW) hingga 2040. Langkah ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kelistrikan.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan aksi phase out atau pemberhentian PLTU secara bertahap bakal melibatkan PLN melalui manuver Subholding Generation Company (Genco).
Selaku perusahaan yang disebut sebagai perusahaan pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara, Genco membuat seluruh aset pembangkitan PLN terkonsolidasi di dua perusahaan yaitu PLN Indonesia Power dan PLN Nusantara Power.
"Karena itu kemarin dengan adanya dua itu, 15 GW dan 18 GW yang terbesar di Asia Tenggara ini yang kita coba hitung shutting down pelan-pelan. Tapi ini sudah ada, ini yang kita lihat 15 GW ini yang potensial untuk shutting down," kata Erick dalam Special Event Road to G20 bersama Himpuni pada Selasa (25/10).
Untuk merealisasikan hal tersebut, pemerintah masih menghitung mengenai mekanisme pensiun dini PLTU sembari mendorong percepatan investasi pembangkit energi terbarukan di dalam negeri.
"Apakah dengan angka-angka misalnya 6,8 GW sampai 2030 atau 2040 menjadi 15 GW ini yang kami lihat. Karena itu kami dorong sekali yang namanya investasi di energi baru dan terbarukan (EBT)," ujar Erick.
Sebelumnya pemerintah menugaskan PT Bukit Asam (PTBA) untuk mengakuisisi PLTU Pelabuhan Ratu milik PLN nilainya ditaksir mencapai US$ 800 juta atau sekitar Rp 12,3 triliun, untuk memasuki proses pensiun dini. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut PLTU Pacitan akan menjadi target berikutnya untuk pensiun dini.
Arifin mengatakan pemerintah akan terus mendorong pelaksanaan pensiun PLTU batu bara secara bertahap melalui akuisisi PLTU milik PLN. Mekanisme akuisisi akan berlanjut pada PLTU milik PLN yang berusia tua.
"Pasti ada lagi, karena memang banyak juga PLTU yang sudah berusia uzur. Pasti akan berangsur," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (21/10).
Arifin menyebut, skema alih aset PLTU Pacitan bersifat terbuka. Artinya, akuisisi dapat dilakukan oleh pihak swasta maupun BUMN selayaknya yang dilakukan oleh PTBA. "Bisa BUMN, bisa swasta. Kan sekarang kalau di Jawa listriknya kelebihan banyak," ujar Arifin.
Direktur Transmisi dan Sistem Perencanaan PLN, Evy Hariyadi, menjelaskan setelah PLTU Pelabuhan Ratu, a juga akan mencari investor untuk PLTU Pacitan 2 x 315 MW. Nilai investasi PLTU ini juga mencapai sekitar US$ 800 juta.
Adapun pengambilalihan PLTU ini akan menggunakan skema energy transition mechanism atau ETM yang disusun oleh Kementerian Keuangan. "Skemanya untuk PLTU Pacitan akan sama, tetapi kami masih mencari investornya. Jadi keduanya total sekitar US$ 1,6 miliar," kata Evy.