Harga Batu Bara dan Gas Turun Tajam, Diperkirakan Berlanjut ke 2023

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (14/5/2022).
27/10/2022, 13.17 WIB

Harga batu bara di Pasar ICE Newcastle berada di level US$ 372,5 per ton atau turun 6,91% dibandingkan harga pekan lalu yang berada pada posisi US$ 432 per ton. Bulan September lalu, harga batu bara masih berada di US$ 417,75 per ton atau turun 10,87% dari harga saat ini.

Bank Dunia pada hari Rabu (26/10) memperkirakan harga energi turun 11% pada 2023 setelah mengalami lonjakan 60% tahun ini menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan pembatasan pandemi Covid-19 di Cina diperkirakan dapat memperpanjang tren pelemahan harga energi yang lebih dalam.

Peningkatan nilai kurs dolar yang berimbas pada menyusutnya nilai mata uang di sebagian besar negara berkembang telah mendorong lonjakan harga pangan dan bahan bakar.

"Kombinasi dari kenaikan harga komoditas dan depresiasi mata uang yang terus-menerus dapat diartikan sebagai inflasi yang lebih tinggi di banyak negara," kata Ayhan Kose, yang mengepalai kelompok Bank Dunia, dikutip Kamis (27/10)

Reuters melaporkan impor batu bara Cina pada September 2022 mencapai 33,05 juta ton atau naik 12,2% dibandingkan pada Agustus lalu yang tercatat 29,46 juta ton. Selain menggenjot impor, Cina juga sedang berupaya menaikkan produksi batu bara domestik hingga 390 juta ton pada September.

Target produksi ini melonjak 12,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Langkah ini seiring Cina mengubah kebijakan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik menjadi 20 hari.

Sumber batu bara Cina mayoritas berasal dari sesama negara Asia seperti Indonesia yang menjadi pemasok utama dengan pengiriman 20,7 juta ton. Disusul Mongolia yang mengekspor batu bara ke Cina sebesar 4,24 juta ton.

Sebagai konsumen terbesar batu bara di dunia, besaran konsumsi batu bara di Cina berpotensi menentukan harga batu bara global. Namun, sentimen positif dari Cina nyatanya masih belum mampu mengerek harga batu bara.

Kondisi ini dipengaruhi oleh seretnya pengiriman batu bara dari negara bagian Australia yakni New South Wales dan Queensland yang dilaporkan masih dilanda hujan deras bahkan banjir di beberapa wilayah. Kondisi tersebut membuat pengiriman batu bara terganggu.

Argus Media melaporkan antrian kapal yang hendak membongkar muat di Hay Point, Queensland, mencapai 28 kapal pada Senin kemarin. Antrian ini disebabkan kereta batu bara tergelincir pada 21 Oktober di Yukan di Central Queensland Coal Network, sekitar 50 km selatan Mackay. Kejadian ini berdampak pada terputusnya akses pelabuhan ke semua tambang di jaringan Goonyella dan menyebabkan layanan batu bara dikembalikan pada 23 Oktober.

Harga Gas Alam Eropa Jatuh 20%

Selain batu bara, harga gas alam juga diproyeksikan turun pada 2023 dari rekor tertinggi pada 2022, tetapi harga batu bara Australia dan gas alam AS masih diperkirakan akan naik dua kali lipat dari rata-ratanya selama lima tahun terakhir pada tahun 2024. Harga gas alam Eropa bisa mendekati empat kali lebih tinggi.

Di sisi lain, harga gas alam Eropa telah turun di bawah € 100 per megawatt jam untuk pertama kalinya sejak Rusia memangkas pasokan gasnya ke benua biru. Penurunan harga gas didorong oleh sikap para pemimpin Uni Eropa yang bekerja sama untuk membatasi harga bahan bakar karena memerangi inflasi yang tinggi dan ekonomi yang melambat, sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi dana Moskow untuk invasi ke Ukraina.

Harga gas alam berjangka Belanda atau UE Dutch (EUR) pada Senin (24/10) turun 20% dalam sepekan ke posisi €93,35 per per megawatt-jam (MWh), terendah sejak pertengahan Juni.

James Waddell dari Energy Aspects mengatakan bahwa harga jatuh dalam jangka pendek karena adanya oversupply pada kapasitas penyimpanan. "Selain itu, dipengaruhi permintaan gas yang rendah karena cuaca yang sejuk dan kemacetan dalam membawa LNG dan mengalirkannya ke timur di Eropa," kata Waddell, dikutip dari Financial Times pada Kamis (27/10).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu