SKK Migas memperkirakan investasi di sektor hulu migas hingga akhir tahun ini hanya mencapai US$ 12,1 miliar. Angka tersebut 8,3% lebih rendah dari target US$ 13,2 miliar. Merosotnya hitung-hitungan investasi hulu migas disebabkan oleh kekhawatiran perusahaan atas fluktuasi harga minyak dunia.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia tak serta-merta meningkatkan invetasi hulu migas. Mayoritas perusahaan migas saat ini lebih menahan kapitalnya untuk membayar hutang dan mengamankan pendanaan tunai atau cash.
Adapun tingkat investasi hulu migas secara global hanya naik 5% secara tahunan. Sementara, proyeksi investasi sektor hulu migas domestik pada 2022 meningkat 11% dibandingkan tahun sebelumnya.
"Perusahaan-perusahaan masih melihat harga minyak tinggi itu hanyalah sementara, oleh karena itu mereka lebih mementingkan mengamankan posisi cash dalam menghadapi ancaman krisis global," kata Dwi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR pada Rabu (16/11).
Selain itu, biaya investasi pada hulu migas diprediksi terus naik akibat tren transisi energi dan tekanan energi bersih pada sektor industri fosil.
Beberapa perusahaan migas juga dituntut untuk menerapkan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilizaton and storage (CCUS) agar produk yang dihasilkan bisa terserap oleh pasar, meski pemasangan CCUS berimbas pada naiknya kebutuhan investasi proyek.
"Tambahan investasi pada industri minyak dan gas akibat CCUS berdampak pada belanja modal atau capex jadi lebih tinggi. Di sini kelihatan bahwa perusahaan migas menggunakan dana yang diperolehnya untuk membayar utang dan perbaikan cash investor," ujar Dwi.
Sebelumnya, SKK Migas mencatat torehan investasi pada kegiatan hulu migas pada semester I tahun ini baru mencapai US$ 4,8 miliar atau Rp 72 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar.
Dwi mengatakan capaian tersebut relatif kecil di tengah momentum tingginya harga minyak mentah dan gas dunia. Capaian tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 4,92 miliar.
"Saya menyampaikan apresiasi atas apa yang kita capai, namun saya meningatkan bahwa ini baru langkah awal saja, maka implementasinya menjadi paling utama," kata Dwi dalam siaran pers pada Selasa (12/7).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (ASPERMIGAS), Moshe Rizal, mengatakan harus ada perubahan iklim investasi di sektor hulu migas dengan mempermudah prosesnya. Salah satunya dengan menyelesaikan revisi undang-undang tentang minyak dan gas bumi (RUU migas).
"Aturan yang masih berlaku sampai sekarang itu menghilangkan insentif yang indutri migas terima seperti assume and discharge. Walau satu persatu dikembalikan tapi tidak menyeluruh," kata Moshe Senin (21/3).
Sebagai informasi, assume and discharge adalah pembebasan pajak tidak langsung atas jatah bagi hasil migas kontraktor. Moshe menyebut, lapangan migas yang dimiliki oleh Indonesia mayoritas berada di laut lepas dan wilayah Indonesia bagian timur.
Hal tersebut berdampak pada mahalnya lokasi ekplorasi yang membutuhkan teknologi, pengalaman dan kapital yang besar. "Di satu sisi, insentifnya berkurang, sedangkan di luar sana pasar investasi persaingannya meningkat," ujar Moshe.