PT Vale Indonesia memulai groundbreaking proyek tambang dan pabrik pengolahan (smelter) nikel Blok Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada Minggu (27/11). Groundbreaking ini menandakan dimulainya proyek yang ditargetkan rampung pada 2025 ini.
Proses groundbreaking tambang dan smelter ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan; Presiden Direktur PT Vale Indonesia Febriany Eddy; CEO Vale S.A. Eduardo Bartolomeo; Chairman Huayou Zhejiang Cobalt Chen, Gubernur Sulawesi Tenggara H. Ali Mazi, Bupati Kolaka H. Ahmad Safei, serta Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin.
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan proyek ini harus segera berjalan karena proyek ini menjadi kunci untuk membangun ekosistem kendaraan listrik. Indonesia kini memiliki smelter nikel terbesar di dunia.
"Di Halmahera ada (berkapasitas) 20.000 ton, sudah ekspor. Di Morowali 30.000 ton, di sini Pomalaa 120.000 ton, jadi kita yg terbesar di seluruh dunia," kata Luhut.
Dia juga menegaskan akan mengawal beberapa perizinan yang belum selesai untuk proyek ini. "Masalah izin-izin, Amdal yang kelamaan, itu akan segera kita selesaikan. Jadi tidak ada ceritanya proyek terlambat karena prosedur," ujarnya.
Presiden Direktur Vale, Febriany Eddy, mengatakan bahwa dimulainya proyek ini menjadi hari bersejarah tidak hanya untuk perusahaan, tapi juga Indonesia dan dunia, karena menandakan dimulainya proses transformasi energi di Indonesia.
“Kami dengan bangga memulai proyek pengembangan blok Pomalaa yang akan menjadi bagian penting dari uapaya Indonesia mengakselerasi hilirisasi nikel. Kehadiran blok pomala adalah bentuk komitmen Vale untuk berkontribusi untuk masa depan ekosistem elektrifikasi di Indonesia," ujar Febriany.
Dia menambahkan bahwa proyek ini menelan investasi sebesar US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 65,7 triliun. Pabrik pengolahan atau smelter yang dibangun akan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang akan mengolah nikel menjadi MHP (Mix Hydroxide Precipitate) yang merupakan bahan baku utama untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.
"Perkiraan kapasitas produksi akan mencapai 120.000 ton per tahun dalam bentuk mhp (mix hidroxide precipitate). Proyek ini sudah masuk ke proyek strategis nasional (PSN) dengan investasi Rp 65,7 triliun dan menjadi smelter HPAL terbesar, " ujarnya.
Smelter ini nantinya tidak akan menggunakan listrik dari batu bara dan ditargetkan menyerap sekitar 12.000 tenaga kerja untuk konstruksi dan operasional tambang dan smelter.