Pertamina mengajukan pengembalian pada lapangan struktur AL di Wilayah Kerja (WK) migas East Natuna yang areanya disebut mengandung CO2 berlebih.
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Arya Dwi Paramita, mengatakan perseroan masih mempertahankan sebagian WK East Natuna, Riau. WK East Natuna memiliki area yang luas, di mana salah satunya terdapat reservoir gas raksasa.
"Dalam proposal PSC WK East Natuna tersebut, daerah yang kaya CO2 termasuk struktur AL rencananya akan dikembalikan ke negara dan Pertamina akan fokus untuk mempercepat ekplorasi prospek-prospek yang sudah diidentifikasi," kata Arya kepada Katadata.co.id, Rabu (30/11).
Saat ini Pertamina sedang memfinalisasi proposal untuk pengajuan kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) sebagai proses kemitraan dengan salah satu perusahaan migas untuk bersama-sama mengelola WK East Natuna.
"WK East Natuna juga mempunyai prospek eksplorasi yang memerlukan kajian lebih lanjut dan Pertamina akan fokus untuk mempercepat eksplorasi prospek-prospek yang sudah diindentifikasi," ujarnya.
Adapun Pertamina bersama LAPI ITB telah bekerja sama untuk melaksanakan Studi Geologi dan Geofisika atau Studi G&> pada Area East Natuna. Berdasarkan hasil studi tersebut, terdapat potensi-potensi ekplorasi minyak yang signifikan di East Natuna.
"Untuk mendukung rencana eksplorasi di wilayah tersebut, sejak tahun 2020 Pertamina mengkaji konsep eksplorasi minyak yang diharapkan dapat dikembangkan lebih cepat," kata Arya.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal melelang ulang proyek pengelolaan lapangan East Natuna, setelah PT Pertamina sebagai pihak yang diberi penugasan khusus memutuskan untuk mengembalikan blok migas tersebut ke tangan pemerintah.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan proses pengembangan tersebut masih dalam tahap penyelesaian administrasi. "Iya, kami lagi bahas Natuna, targetnya secepatnya. Kami akan selesaikan dulu administratifnya," kata Arifin saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Senin (28/11).
Adapun saat ini kegiatan penambangan gas di Blok East Natuna terhenti seiring keputusan ExxonMobil dan perusahaan migas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTT EP) yang sebelumnya merupakan bagian dari konsorsium East Natuna bersama Pertamina, memilih hengkang dan tidak melanjutkan kerja sama.
Mandeknya pengelolaan lapangan gas tersebut dilatarbelakangi tingginya kandungan CO2 yang tersimpan di blok tersebut. Blok East Natuna ditaksir memiliki potensi gas hingga 222 triliun kaki kubik (TCF) dengan kandungan karbondioksida atau CO2 yang mencapai 71%. Artinya gas yang bisa dieksploitasi hanya sekitar 46 TCF.
Kendati demikian, Arifin menilai bahwa penerapan teknologi pemisah gas dengan karbondioksida atau Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS) bisa mengatasi kendala kendala CO2 di Blok East Natuna.
"Memang bagaimana bisa diberdayakan kembali, karena sekarang sudah ada teknologi carbon capture, gas Natuna ini kan 70% CO2, bisa enggak itu nanti kamu tawarkan sehingga gasnya bisa diinjeksi," ujar Arifin.