Pakar energi menilai rencana pemerintah untuk menyalurkan 680.000 unit rice cooker gratis sebagai upaya meningkatkan konsumsi listrik merupakan hal yang mengada-ada dan tak efektif.
Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan pemeritah seharusya mendorong sektor industri dan bisnis untuk meningkatkan serapan listrik ketimbang mengarahkannya pada sektor rumah tangga lewat bagi-bagi penanak nasi listrik.
"Saya kira sangat tidak efektif untuk mereka yang mengatakan supaya menaikan permintaan listrik karena oversupply. Kenapa? karena rice cooker itu kan penggunaan listriknya gak besar meski yang dibagikan sampai 680.000 unit," kata Fahmy kepada Katadata.co.id, Rabu (30/11).
Sebagai informasi, sejauh ini PLN masih terus menanggung kelebihan pasokan atau oversupply listrik yang dihasilkan dari sejumlah pembangkit baru bara, gas dan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang diproduksi secara domestik.
Dalam satu tahun ke depan di Jawa akan ada tambahan 6.800 megawatt (MW), sedangkan peningkatan permintaan hanya 800 MW. Di Sumatra penambahan permintaan listrik 1,5 giga watt (GW) terlihat tak sebanding dengan penambahan kapasitas sebesar 5 GW sampai 2025. Sama halnya di kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.
Rencana pembagian rice cooker secara cuma-cuma ini berawal dari langkah Kementerian ESDM untuk meningkatkan serapan listrik nasional lewat sektor rumah tangga. Hingga September 2022, konsumsi listrik masih berada di angka 1.169 kilowatt jam (KWh) per kapita, masih jauh di bawah target tahun ini 1.268 KWh.
Menanggapi hal tersebut, Fahmy mengatakan bahwa pemerintah seyogianya menyasar sektor industri dan bisnis untuk meningkatkan serapan listriknya, terutama pada kawasan-kawasan industri besar. Hal tersebut dirasa lebih masuk akal mengingat serapan listrik dari sektor bisnis dan industri lebih besar daripada rumah tangga.
Mengutip laporan statistik PLN 2021, total energi atau listrik yang terjual pada sektor rumah tangga berada di angka 44,78 % dari total penjulan listrik ke seluruh kelompok pelanggan. Sementara penjualan listrik di sektor industri dan bisnis mencapai 48,65%.
Torehan ini selanjutnya diikuti oleh serapan listrik di sektor sosial sejumlah 3,36%, gedung dan kantor pemerintahan 1,83% dan penerangan jalan umum 1,38%.
"Selama pandemi industri banyak yang bangkrut dan mengurangi kapasitas produksi. Sekarang saya kira saatnya mereka meningkatkan penggunaan listrik sehingga oversupply-nya bisa diatasi," ujar Fahmy.
Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengusulkan agar pemerintah bisa menciptakan kawasan industri baru dan bisnis baru untuk meningkatkan konsumsi listrik.
Mamit juga memberi penekanan kepada pemerintah agar memberikan banyak kemudahan bagi investor agar bisa berinvestasi sehingga bisa meningkatkan konsumsi listrik.
"Perihal pemakaian listrik, saya rasa tidak akan terlalu banyak kenaikan jumlahnya mengingat listrik untuk rice cooker ini konsumsinya tidak terlalu besar. Pemerintah ke depan harus fokus tidak hanya kepada masyarakat tapi justru ke industri dan bisnis," ujarnya.
Kendati demikian, upaya meningkatkan penyerapan listrik merupakan tanggungjawab lintas kementerian dan lembaga. Harapan untuk menaikan konsumsi listrik harus dibarengi dengan pengadaan infstruktur dan pangsa pasar yang stabil.
"Masalah ini tidak hanya bisa diatasi oleh PLN, ini juga tugas dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi agar bisa mendorong serapan listrik di sektor industri dan bisnis," ujar Fahmy.
Sebelumnya diberitakan, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari, mengatakan optimalisasi serapan listrik di sektor rumah tangga akan diupayakan melalui Program Bantuan Penanak Nasi Listrik (PBPNL) yang saat ini masih menunggu regulasi sebagai dasar pelaksanaan.
Adapun target keluarga penerima manfaat (KPM) paket penanak nasi listrik adalah kelompok masyarakat rumah tangga dengan daya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA. Pemilihan target sasaran dihitung berdasarkan survey PLN yang menyatakan pelanggan 450 VA dan 900 VA mayoritas pengguna LPG 3 kg.
"Di luar daya 450 dan 900 VA validasi oleh Kepala Desa termasuk pengguna LPG 3 Kg," ujar Ida saat menjadi pemicara di forum diskusi publik daring pada Jumat (25/11).
Melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN) Kementerian ESDM tahun anggaran 2023, pemerintah berencana menyalurkan 680.000 unit penanak nasi listrik ke seluruh wilayah Indonesia. Ida menjelaskan, para KPM yang menjadi sasaran penyaluran penanak nasi listrik tidak perlu untuk menambah daya listrik.
"Kementerian ESDM juga tengan siapkan distribusi e-cooking dengan tujuan pemanfaatan energi bersih, peningkatan konsumsi dan penghematan biaya masak dengan nilai paket program Rp 500.000 per KPM," kata Ida.