Perusahan migas asal Italia, ENI, resmi ditunjuk menjadi pengelola proyek Indonesia Deepwater Development atau IDD fase II yang berlokasi di Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Proyek ini terkonfirmasi bakal beroperasi pada awal 2023.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan bahwa pemerintah dan ENI sudah sepakat untuk menjalankan proyek IDD paling lambat pada awal tahun 2023.

"ENI akan menjalankan mudah-mudahan akhir tahun ini dan awal tahun depan bisa menjalankan IDD," kata Tutuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII pada Selasa (13/12).

Ditemui di lokasi yang sama, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut kementeriannya bakal menemui pihak ENI untuk memberi ketegasan pada pengerjaan proyek IDD. "Besok saya baru mau ketemu sama orang ENI. Kita mau cepet supaya ada kepastian agar bisa cepat produksi," kata Arifin.

ENI resmi menjadi pengelola proyek IDD usai mengambil hak partisipasi atau participating interest (PI) dari PT Chevron Pacific Indonesia.

Langkah ENI dalam upaya ambil alih blok migas ini cukup strategis karena telah memiliki fasilitas produksi tak jauh dari IDD, yaitu Blok Muara Bakau dan Lapangan Merakes, Blok East Sepinggan, Kalimantan Timur. Lokasi tersebut paralel dengan lokasi IDD di Cekungan Kutai, provinsi yang sama.

Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa keputusan ENI nantinya akan sangat menentukan target operasional (onstream) proyek migas itu. Patokan pemerintah, IDD Tahap II akan mulai berproduksi pada 2025.

Proyek IDD merupakan salah satu dari empat proyek strategis nasional atau PSN dengan potensi produksi mencapai 844 million standard cubic feet per day (mmscfd) untuk gas alam dan minyak bumi 27.000 barrel of oil per day (BOPD).

"Calon pengganti Chevron sudah ada dan saat ini sedang proses perubahan operator dijanjikan tahun ini dan proyek IDD sudah mulai bisa jalan sejak tahun depan," kata Dwi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR pada Rabu (16/11).

Sebelumnya, kabar Chevron hengkang dari proyek IDD muncul pada awal Agustus lalu. Perusahaan asal Amerika Serikat itu disebut-sebut bakal melego hak partisipasinya seharga US$ 5 miliar atau sekitar Rp 73 triliun.

Perusahaan beralasan proyek tahap IDD tahap II yang terdiri dari Blok Ganal dan Blok Rapak tidak masuk keekonomian perusahaan. Proyek tersebut juga tak dapat bersaing dengan portofolio Chevron secara global.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu