Kementerian ESDM mengusulkan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) sekaligus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor industri hulu migas di dalam Revisi Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi atau revisi UU Migas.
Pembaharuan regulasi itu dimaksud untuk menarik minat investor di tengah kondisi produksi dan lifting migas yang belum optimal, bahkan cenderung turun dari tahun ke tahun.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa prinsip tersebut kerap disebut dengan 'assume and discharge', di mana para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan dibebaskan dari tuntutan PPN dan PPh.
"Apabila assume and discharge berlaku, berarti PPN dan PPh tidak ditarik pemerintah, sudah bersih lah jadi KKKS tidak dikenakan itu," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (13/12).
Tutuka menilai, usulan regulasi di sektor invetasi hulu migas ini dapat memberikan daya tarik bagi para investor dari domestik dan luar negeri untuk mengoptimalkan eksplorasi migas di Tanah Air. "Iya itu kami usulkan di RUU Migas, usulannya gitu supaya menarik. Diterima atau engga, nanti kami proses," ujar Tutuka.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan produksi minyak nasional hingga kuartal III 2022 berada di 613.100 barel per hari (bph) atau masih 87,2% dari target APBN sebesar 703.000 bph.
Adapun kinerja lifting minyak saat ini mencapai 610.100 bph atau 86,8% dari target 703.000 bph. Sedangkan lifting gas mencapai 5.353 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 92,3% dari target 5.800 MMSCFD. Total lifting migas mencapai 1,566 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau 90,1% dari target APBN 1,739 juta BOEPD.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan bahwa pengesahan revisi UU Migas sangat dinantikan oleh KKKS untuk menarik investasi dari perusahaan migas internasional di dalam negeri melalui berbagai insentif.
Insentif tersebut seperti kemudahan pengurusan dokumen dan stimulus pajak. "Diharapkan bisa mengungkit daya tarik bagi investor karena sudah ada payung hukumnya, ada kepastian," ujar Dwi.
Di sisi lain, Komisi VII DPR menargetkan penyelesaian RUU Migas rampung selambat-lambatnya pada Juni 2023, sebagai payung hukum kepastian investasi hulu migas di Tanah Air.
Anggota Komisi Energi DPR, Mulyanto, mengatakan pengelelolaan sektor hulu migas perlu diperkuat seiring penurunan secara alamiah atau natural decline pada sejumlah lapangan migas di Indonesia.
Pengelolaan migas di sektor hulu oleh SKK Migas hanya mampu menahan natural decline dan tak sanggup mendongkrak produksi migas.
“Di tengah kondisi seperti ini ditambah adanya ketidakpastian hukum menimbulkan hengkangnya pengusaha minyak seperti Total, Chevron, Conocophillips dan Shell, seperti kasus di Masela," kata Mulyanto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII bersama SKK Migas pada Rabu (16/11).