Royalti 0% Hanya Berlaku untuk Batu Bara yang Masuk Pabrik Pengolahan

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (29/11/2022).
4/1/2023, 20.02 WIB

Pemerintah akan memberikan royalti 0% bagi perusahaan yang melakukan aktivitas hilirisasi batu bara. Namun, tak semua kegiatan pengolahan akan mendapatkan insentif iuran produksi itu. 

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, mengatakan royalti 0% itu hanya berlaku untuk batu bara yang masuk ke dalam pabrik pengolahan.

"Jadi misalnya satu perusahaan itu mempunyai produksi 25 juta ton, kemudian yang akan dipakai hilirisasi ada 6 juta ton. Maka yang dapat diberikan royalti 0% adalah 6 juta ton," kata Irwandy di Jakarta pada Rabu (4/1).

Ketentuan ini tertulis di dalam Pasal 128A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker yang disahkan Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022.

Irwandy mengatakan bahwa sejauh ini ada enam perusahaan yang mulai berencana untuk merambah bisnis hilirisasi emas hitam menjadi produk olahan lanjutan seperti gasifikasi batu bara atau Dimethyl Ether (DME), methanol dan batu bara cair.

Perusahaan-perusahaan tesebut diantaranya dua anak usaha Bumi Resources, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Selain itu, ada PT Indominco Mandiri dan PT Kideco Jaya Agung serta perusahaan BUMN pertambangan batu bara PT Bukit Asam atau PTBA.

Irwandi menyampaikan, perkiraan kebutuhan batu bara untuk proyek hilirisasi masih berada di angka 36 juta ton per tahun yang dibagi ke enam perusahaan. Angka serapan batu bara untuk hilirisasi ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan target produksi batu bara tahun 2023 yang mencapai 694 juta ton.

"Jadi kalau dilihat dari segi jumlah tidak terlalu banyak," ujar Irwandi.

Adapun proyek gasifikasi batu bara yang direncanakan oleh PTBA masih dalam tahap pembangunan dan targetnya bisa segera rampung dalam beberapa tahun ke depan. Progam hilirisasi batu bara yang disiapkan oleh perusahaan merupakan bentuk komitmen perseroan atas terbitnya Perpres Nomor 109 Tahun 2020.

Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek hilirisasi ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun yang ditujukan untuk impor elpiji sebesar 1 juta ton per tahun.

"Memang perusahaan yang merencanakan hilirisasi belum banyak, dan tentunya nanti yang akan diberi izin untuk melaksanakan hilirisasi jika studi kelayakannya menguntungkan," kata Irwandy.

Adapun teknis pengenaan royalti batu bara diatur di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022. Pada aturan tersebut, pemerintah menetapkan tarif royalti tergantung dari kadar kalori batu bara dan harga acuan batu bara (HBA).

Untuk tarif royalti batu bara dengan kalori di bawah 4.200 Kkal per kg dengan HBA kurang dari US$ 70 per ton, pemerintah menetapkan royalti dipatok 5% dari harga batu bara.

Iuran produksi ini akan naik menjadi 6% dari harga jika HBA berada di harga US$ 70 -  US$ 90 per ton. Sementara jika HBA berada di atas US$ 90 per ton, maka pelaku usaha dikenakan iuran produksi 8% dari harga.

Sementara untuk tarif royalti batu bara dengan kalori lebih dari 4.200-5.200 Kkal per kg dengan HBA kurang dari US$ 70, pemerintah memasang batas royalti 7% dari harga.

Kemudian untuk HBA yang berada di harga US$ 70 - US$ 90 per ton dipatok iuran 8,5% dari harga dan jika HBA lebih dari US$ 90, iuran yang dipatok yakni 10,5% dari harga.

Lebih lanjut, untuk tingkat kalori lebih dari 5.200 Kkal per kg dengan HBA kurang dari US$ 70 per ton, royalti yang ditetapkan adalah 9,5% dari harga. Sementara untuk HBA US$ 70 hingga US$ 90, tarif royalti yang dikenakan adalah 11,5% dan untuk HBA lebih dari US$ 90 maka royalti yang dikenakan adalah 13,5% dari harga.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu