Pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsidi Pertalite tahun ini sebanyak 32,56 juta kilo liter atau lebih tinggi 8,85% dari kuota Pertalite tahun lalu sebesar 29,91 juta KL. Sedangkan kuota untuk solar ditetapkan 17 juta KL dan minyak tanah 500.000 KL.
Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, mengatakan kuota Pertalite tahun 2023 mengalami peningkatan kurang lebih 2,6 juta KL dari tahun sebelumnya. "Hal ini didasari oleh tren konsumsi bulanan BBM Tahun 2022 yang sudah mendekati normal setelah mengalami penurunan saat pandemi," kata Erika dalam siaran pers yang dikutip pada Senin (9/1).
Lebih lanjut, kata Erika, hitung-hitungan penambahan kuota juga mengacu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014, dimana belum ditetapkan Rincian konsumen pengguna dan titik serah untuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Saat ini, BPH Migas dan para pemangku kepentingan yang lainnya sedang membahas revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Adanya regulasi tersebut diharap bisa meningkatkan pengendalian penyaluran BBM melalui pemanfaatan teknologi informasi MyPertamina. Nantinya hanya konsumen yang terdaftar yang dapat dilayani untuk memperoleh Solar dan Pertalite.
Sebagai informasi, Badan Usaha Penugasan Penyediaan dan Pendistribusian Kuota Volume Penyalur Solar yaitu PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo. Sementera untuk Pertalite, Badan Usaha Penugasan secara Nasional oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Sebelumnya diberitakan, BPH Migas memproyeksikan bahwa konsumsi BBM bersubsidi Pertalite naik hingga 6-10% pada 2023 dari alokasi kuota tahun sebelumnya.
Hal tersebut menyusul pulihnya kegiatan ekonomi masyarakat dari beragam sektor seiring pandemi Covid-19 yang menjadi endemi di dalam negeri. Sehingga, peningkatan serapan Pertalite dapat mencapai 1,79-2,99 juta kilo liter (KL) dan solar 1,42-1,78 juta KL.
Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, menyampaikan bahwa perkiraan lonjakan penyerapan Pertalite di tahun depan timbul dari hitung-hitungan asumsi pertumbuhan ekonomi dan realisasi konsumsi tahun 2022.
"Tahun depan konsumsi Pertalite diproyeksikan naik antara 6% sampai 10%. Sementara penyerapan untuk tahun 2022 bisa 99%," kata Saleh lewat pesan singkat WhatsApp pada Kamis (29/12).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengganggap bahwa munculnya perkiraan lonjakan konsumsi BBM bersubsidi yang signifikan merupakan sinyal pemerintah yang kembali gagal untuk menerapkan seleksi konsumen.
Mamit mengatakan, lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dapat ditekan apabila pemerintah segera menuntaskan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Konsumsi Pertalite dan solar seharusnya tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan jika dibandingkan tahun 2023, asalkan pengendalian distribusi tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Ini tinggal pemerintah saja mau berani komit atau tidak untuk menerbitkan revisi perpres 191," kata Mamit.