Pemerintah dikabarkan bakal menunjuk lembaga keuangan yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN untuk menjadi instansi yang mengatur pungutan ekspor batu bara melalui mekanisme Mitra Instansi Pengelola (MIP) PNBP.
Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite, menyampaikan bahwa pemerintah sudah melakukan asesmen kepada sejumlah lembaga negara yang dinilai relevan untuk mengatur pungutan ekspor batu bara.
"Sudah mengerucut. Dari asesmen yang kami lakukan, arahnya bukan ke perusahaan tetapi lebih kepada lembaga perbankan atau lembaga keuangan," kata Idris saat ditemui usai agenda Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (30/1).
Menurut Idris, peran MIP nantinya hanya akan menjalankan fungsi tunggal yakni sebagai lembaga 'himpun-salur'. Melalui skema himpun-salur tersebut, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara seharga domestic market obligation (DMO) US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.
Selisih harga jual pasar akan dibayarkan kepada pengusaha lewat dana yang dihimpun oleh MIP. Adapun sumber dana MIP berasal dari pungutan ekspor batu bara. Hasil dana pungutan itu akan diberikan kerapa perusahaan yang melakukan kewajiban penyaluran batu bara kepada PLN maupun industri semen dan pupuk.
"Poinnya adalah serap dan serah saja, jadi Kementerian ESDM hanya mengawasi dan memastikan semua berjalan. MIP ini arahnya ke BUMN," ujar Idris.
Selain menyasar pada kewajiban alokasi untuk sektor ketenagalistrikan serta produsen semen dan pupuk, hasil pungutan ekspor juga bisa dialokasikan untuk proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME).
DME disebut sebagai salah satu alternatif bahan bakar masa depan sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional dengan menggantikan impor liquefied petroleum gas atau LPG.
Pemerintah memang memberikan insentif berupa iuran produksi atau royalti 0% kepada perusahaan pertambangan yang melakukan hilirisasi batu bara. Aturan ini tertulis di dalam Pasal 128A Ayat 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker.
Kementerian ESDM menunjukkan ada beberapa perusahaan batu bara yang mulai berencana untuk melakukan hilirisasi seperti gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), metanol, dan batu bara cair.
Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu dua anak usaha Bumi Resources, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin. Lalu ada PT Indominco Mandiri, PT Kideco Jaya Agung, serta perusahaan pelat merah PT Bukit Asam atau PTBA.
"Mestinya pengeluaran untuk DME di dalam negeri bisa dikompensasikan dari DMO-nya. Tapi DME sejauh ini belum jalan, di Tanjung Enim dan Kaltim Prima Coal juga masih terhambat," kata Idris.