Pemerintah makin serius untuk membatasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Langkah ini seiring berlebihnya produksi nickel pig iron (NPI) atau feronikel yang menyebabkan harganya makin tertekan.
Pembahasan moratorium pengadaan smelter RKEF kini telah menjadi pengkajian khusus di bawah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, menyampaikan laju produksi NPI saat ini meningkatkan konsumsi bijih nikel yang signifikan untuk memeroleh bijih nikel saprolit kadar tinggi 1,5%-3%.
Komoditas nikel mentah jenis ini biasanya diolah untuk menghasilkan NPI dan feronikel sebagai bahan baku komoditas besi dan baja anti karat.
Irwandy menjelaskan, serapan bijih nikel untuk memproduksi NPI dan feronikel saat ini mencapai 100 juga hingga 160 juta ton per tahun. Besaran ini akan bengkak menjadi 450 juta ton per tahun jika pembangunan smelter RKEF masih diteruskan. Di sisi lain, cadangan bijih nikel Indonesia hanya 5,2 miliar ton.
"Perlu pembatasan penambahan investasi smelter NPI dan pengembangan pasar dan industri domestik barang besi dan baja anti karat untuk menyerap NPI dan feronikel," kata Irwandy saat menjadi pembicara pada diskusi Peningkatan Kapasitas Media Sektor Minerba di Hotel Ashley Jakarta pada Rabu (8/3).
Dia menilai, pemerintah perlu meningkatkan eksplorasi untuk cadangan nikel, khususnya pada bijih nikel saprolit. Alasannya, tanpa upaya eksplorasi dan penemuan cadangan baru maka pasokan suplai bijih nikel dalam negeri terancam.
"Cadangan hanya 5,2 miliar ton. Dengan serapan smelter yang demikian bayangkan cepat habis kalau tidak ada penemuan cadangan baru," ujar Irwandy.
Di sisi lain, pemerintah kini menggencarkan pembangunan smelter hidrometalurgi High Pressure Acid Leach Leaching (HPAL) yang mampu mengolah bijih nikel limonite kadar rendah 0,8-1,5% menjadi menjadi campuran padatan hidroksida dari nikel dan kobalt Mix Hydroxide Precipitate (MHP) maupun Mix Sulphide Precipitate (MSP).
Produk tersebut merupakan bahan baku utama produksi nikel sulfat atau kobalt sulfat. Dua produk antara itu merupakan bahan baku komponen baterai. "Diperlukan pembangunan smelter HPAL yang menghasilkan produk untuk bahan baku baterai listrik," ujar Irwandy.
Pembatasan pembangunan smelter nikel RKEF ditujukan untuk menjaga pasokan bijih nikel untuk suplai bahan baku produk lanjutan yang lebih hilir, seperti prekursor, katoda, hingga baterai. Moratorium penyediaan smelter RKEF dinilai penting untuk menambah alokasi suplai bijih nikel untuk smelter HPAL.
Hal ini juga dilakukan untuk menutup potensi impor bijih nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. "Ini kondisinya cukup kritis kalau kita tidak ambil suatu langkah," kata Irwandy.