Pada Sabtu (1/4) pukul 22.40 waktu Indonesia bagian barat (WIB) kilang Pertamina Refinery Unit II yang terletak di kota Dumai, Riau, meledak. Ledakan kilang Pertamina Dumai ini, menyebabkan sembilan orang yang bertugas di ruang operator mengalami luka-luka.
Selain itu, sejumlah rumah warga yang berada di dekat lokasi kilang dilaporkan mengalami kerusakan akibat dentuman ledakan. Dilaporkan juga ledakan terdengar juga sampai ke Pulau Rupat.
Mengutip situs resmi Pertamina, Refinery Unit II ini telah beroperasi sejak 1971 dan merupakan salah satu kilang terbesar yang ada di Pulau Sumatera. Unitnya berada di dua lokasi yaitu Dumai dan Sungai Pakning.
Kapasitas produksi kilang Pertamina Dumai ini mencapai 170.000 barel per hari, baik bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK), serta non-BBM.
Lahir dari Kerjasama Indonesia-Jepang
Pembangunan kilang Pertamina Dumai ini dimulai pada 20 April 1969 atas dasar persetujuan "TurnKeyProject", dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far East Sumitomo Sloye Kaisha, yang merupakan kontraktor asal jepang. Pembangunan kilang ini dikukuhkan dalam Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina Nomor 334/KPS/DM/1967.
Adapun, pelaksanaan teknis pembangunan kilang ini dilaksanakan oleh dua perusahaan asal Jepang, yakni Ishikawajima-Harima Heavy Industries, yang melakukan pekerjaan kontruksi pembuatan kilang crude distilation unit (CDU) dan fasilitas penunjang pembangkit utama. Kemudian, TAESEI Construction Co., untuk melakukan pekerjaan kontruksi pembuatan fasilitas penunjang konstruksi kilang.
Unit yang pertama selesai dibangun, adalah CDU, yang rampung pada Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatra Light Crude (SLC), dengan kapasitas 100.000 barel per hari.
Pada 14 Agustus 1971, unit pertama kilang Pertamina Dumai ini menjalani uji coba. Setelah itu, pada 9 September 1971 kilang ini diresmikan oleh Presiden Soeharto, dengan nama Kilang Putri Tujuh.
Produk awal yang diproduksi oleh kilang ini, antara lain naphtha, kerosene, solar/automotive diesel oil (ADO), bottom product berupa 55% volume low sulphur wax residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat (AS).
Pada 21 Februari 1973, naphta rerun unit (NRU) dan hydrocarbon platformer mulai dioperasikan dan pada l6 September 1973 platformer unit diserahkan pada Pertamina oleh Sumitomo Slolye Kaisha.
Pada kilang lama (existent plant) ini, crude oil diubah menjadi fuelgas, premium, kerosene, ADO dan residu. Sebagai informasi, residu atau LSWR merupakan produksi terbanyak, yaitu 62%.
Residu ini perlu pengolahan lebih lanjut, karena kilang Pertamina Dumai belum memiliki unit yang dapat mengolah residu. Maka, residu ini akhirnya diekspor ke Jepang dan AS.
Kurangi Ketergantungan Impor, Kilang Pertamina Dumai Diperluas
Karena kebutuhan BBM dalam negeri yang semakin tinggi, serta untuk mengurangi ketergantingan impor dari luar negeri, maka pemerintah memutuskan untuk membangun kilang baru. Fungsinya adalah, untuk mengolah LSWR menjadi bahan bakar yang siap pakai.
Kilang baru ini diberi nama Hydrocracker Unit, di mana unit ini tidak mengolah minyak mentah. Melainkan, mengolah residu hasil CDU pada Kilang Putri Tujuh dan Kilang Sei Pakning.
Pada 12 November 1979, berdasarkan surat keputusan Dirjen Migas No.0731/Kpts/DM/1979, dibentuk tim studi pengembangan kilang BBM, yang akan mempelajari pengembangan kilang-kilang, baik di Dumai, Balikpapan dan Cilacap.
Berdasarkan hasil laporan tim studi, disusun rekomendasi kepada pemerintah untuk pelaksanaan proyek-proyek pembangunan kilang. Rekomendasi tersebut didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.55/Kpts/pertam/1980.
Lalu, pada 2 April 1980 ditandatangani perjanjian pemakaian lisensi dan proses desain kilang Pertamina Dumai dengan Universal Oil Product(UOP) AS, sebagai pemegang hak paten proses.
Perluasan selanjutnya dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan UOP, dengan kontraktor utama Technidas Reunidas Centunion, yang merupakan perusahaan asal Spanyol, berdasarkan lisensi proses dari UOP.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, fasilitas baru kilang Pertamina Dumai ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 16 Februari 1984.
Adapun, produk bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar khusus (BBK) yang diproduksi oleh kilang Pertamina Dumai ini, antara lain aviation turbine fuel, minyak bakar, minyak diesel, minyak solar, dan minyak tanah. Sementara, non-BBM yang diproduksi, antara lain solvent, green coke, dan liquid petroleum gas (LPG).
Insiden Ledakan Kilang Pertamina Dumai April 2023
Seperti telah disebutkan, pada Sabtu (1/4) pukul 22.40 WIB, terjadi ledakan pada kilang Pertamina Dumai atau Refinery Unit II. Terhadap insiden ini, upaya penanggulangan tergolong cepat, sehingga api telah dipadamkan pada pukul 22.54 WIB.
Hingga saat ini, belum jelas penyebab ledakan tersebut. Namun, mengutip GoRiau, General Manager (GM) Pertamina Refinery Unit II Dumai Didik Subagyo menyebutkan adanya dentuman dan flash di Area Make Up Gas Compressor HCU-211.
Adanya insiden ini membuat unit 211 dan 212, serta unit H2 plant 701 dan 702, dalam kondisi normal shutdown. Sementara, unit lainnya beroperasi seperti biasa.
Atas kejadian ledakan ini, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit Dumai meminta maaf, dan menyatakan akan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi di masyarakat. Pasalnya, sejumlah rumah warga yang berada di dekat lokasi kilang Pertamina Dumai, dilaporkan mengalami kerusakan akibat dentuman ledakan.
Area Manager Communication, Relations & CSR KPI Refinery Unit Dumai Agustiawan mengatakan, saat ini pihaknya fokus pada proses recovery, agar operasional kilang dapat kembali berjalan optimal serta warga terdampak bisa segera beraktifitas.
Kilang Pertamina Dumai juga telah membentuk tim pemulihan yang melibatkan pemerintah daerah (Pemda), aparat penegak hukum, serta perwakilan masyarakat untuk mempercepat langkah pemulihan.
Pendataan terhadap kerugian di masyarakat pun sedang dalam proses pencatatan. Selain itu, Refinery Unit II Dumai juga telah mensiagakan tim medis untuk melakukan pengecekan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Saat ini, proses investigasi penyebab insiden masih dalam proses penyelidikan.