PT PLN sedang merumuskan strategi pengaturan instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLN tak ingin PLTS menambah kelebihan pasokan atau oversupply listrik pada sistem jaringan perseoran.
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PT PLN, Evy Haryadi, menyampaikan bahwa perusahaan mendukung penggunaan PLTS atap untuk konsomsi pribadi tanpa harus mengekspor kelebihan listrik kepada PLN. Sebab ketika para konsumen PLTS atap mengekspor hasil listrik mereka ke PLN, maka akan menimbulkan berbagai masalah secara power system.
"Kalau transmisi tidak cukup, beban tidak bisa diserap secara lokal, ya harus dikirim ke tempat lain. Ketika dikirim ke tempat lain itu tergantung kondisi transmisinya," kata Evy saat wawancara dengan Katadata bersama Majalah Tempo dan Kompas.com beberapa waktu lalu.
Langkah PLN untuk mengendalikan instalasi PLTS atap banyak mendapat pembelajaran dari Vietnam yang mengalami penurunan permintaan listrik imbas pemasangan PLTS atap dengan insentif feed in tariff tanpa melihat dampak yang muncul.
Melalui skema feed ini tariff, Vietnam Electricity (EVN), perusahaan seterum negara itu, juga diperintahkan untuk membeli listrik dari pembangkit-pembangkit solar swasta, termasuk surya atap atau roof top, dengan harga tinggi. Namun, kebijakan tersebut berdampak pada suplai listrik yang berlebih. EVN mengalami kondisi kelebihan pasokan yang persis sama dengan PLN di Jawa-Bali.
Vietnam membeli feed in tariff 9,2 sen untuk pembangkit angin dan 9,8 sen untuk pembangkit solar. Satu-satunya dukungan pemerintah lewat kebijakan kenaikan tarif sudah tak diberikan sejak tiga tahun terakhir.
Untuk mengatasi masalah tersebut, EVN melakukan langkah-langkah independen korporasi. Seperti menghapus kewajiban perusahaan untuk membayar ekspor listrik ke EVN. "Lalu sudah ada draf PDP 8. Di situ, mereka menyetop selama transisi ini tidak membangun pembangkit solar. PLTS atap juga dibatasi," ujar Evy.
Evy menyampaikan bahwa pemerintah sempat ingin mengadopsi regulasi feed in PLTS atap milik Vietnam. Selain itu, pemerintah juga pernah berencana untuk memasukan net meterring di PV rooftop lewat regulasi peraturan presiden. "Dulu ingin ditiru oleh pemerintah kita. Bahkan, kita lebih agresif lagi. Kalau pemerintah Vietnam hanya menerima ekspor, kita malah memberikan storage-nya," kata Evy.
Evy menjelaskan, jika pemerintah memaksa PLN untuk menerima storage, artinya pelanggan benar-benar tidak membutuh baterai sebagai penyimpan energi listrik untuk malam hari. Pelanggan dapat menumpang di infrastruktur PLN tanpa bayar sama sekali. "Kalau EVN hanya kehilangan revenue-nya di siang, malam masih beli dari EVN. Itu pun mereka sudah bleeding," ujarnya.
PLN terus berupaya untuk menelurkan kebijakan yang sama-sama menguntungkan bagi pemerintah dan pelaku usaha. Pemerintah akan tetap memberikan insentif bagi dunia usaha agar dapat maju secara bersama.
"Kalau sampai moratorium itu signal yang jelek. Moratorium kan sudah kuratif, tindakan untuk perbaikan. Nanti bisa dianggap kami tidak friendly terhadap renewable energy. Kami tidak ingin seperti Vietnam sampai moratorium," kata Evy.
Lebih lanjut, kata Evy, PLN bersama pemerintah telah menyepakati arah transisi energi domestik dengan menyesuaikan keseimbangan antara pasokan dan permintaan listrik sehingga menciptakan transisi energi yang adil dan terjangkau.
PLN tak ingin kejadian oversupply berlebih di Vietnam terjadi di Indonesia. Vietnam yang punya daya listrik hingga 79 GW tidak diimbangin dengan beban listrik yang hanya 45 GW.
"Berdasarkan pengalaman kami, yang optimum itu 30%. Jadi Vietnam menyia-nyiakan 45% cadangan. Dia masih agak mending karena ada ekspor listrik ke Kamboja, ada interkoneksi antarnegara. Kita tidak ada," kata Evy.
PLN dan Kementerian ESDM sudah menyepakati besaran listrik energi terbarukan yang dapat diterima oleh PLN. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), dua instansi pemerintah itu setuju untuk menyepakati kuota 4,7 GW untuk solar dan 600 MW untuk angin.
"Itu sudah hasil kompromi. Sebelumnya kami meminta tidak setinggi itu. Misal, solar dua koma sekian. Yang 4,7 GW ini tidak termasuk roof top. Walaupun kami minta tetap perlu kuota juga untuk roof top, karena ini terkait dengan backup yang mesti kami siapkan," ujarnya.
"Ini akan masuk ke RUPTL yang akan datang. Sebelumnya 3,6 giga dalam tiga tahun, nanti bisa dalam lima atau enam tahun."