Harga Minyak Stabil di US$ 85 Jelang Pemangkasan Produksi OPEC+

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Seapup 1 Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ) saat perawatan salah satu sumur minyak dan gas di lepas pantai utara Indramayu, Laut Jawa, Jawa Barat, Minggu (2/4/2023).
10/4/2023, 12.54 WIB

Harga minyak mentah dunia bergerak stabil dengan harga Brent berada di kisaran US$ 85 per barel dalam beberapa hari terakhir sejak pengumuman OPEC+ untuk memangkas produksi lebih jauh tahun ini. .

Langkah OPEC+ dinilai sebagai cara untuk menstabilkan harga minyak saat ini berada di posisi rendah karena kekhawatiran tentang melemahnya pertumbuhan global yang dapat mengurangi permintaan bahan bakar.

Minyak mentah Brent berada di level US$ 85,07 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) di US$ 80,72 per barel. Kedua harga acuan minyak dunia itu naik untuk minggu ketiga berturut-turut, kembali ke harga yang terakhir terlihat pada bulan November tahun lalu.

OPEC+ akan memotong sebagian besar pasokan minyak mentah dari produsen Timur Tengah yang dipimpin oleh Arab Saudi. Menyusul pengumuman tersebut, eksportir minyak utama dunia menaikkan harga minyak mentah Mei untuk pelanggan jangka panjang di Asia dan Amerika Serikat.

Raksasa minyak asal Saudi, Aramco, juga telah memberi tahu beberapa pelanggan Asia bahwa mereka akan menerima volume kontrak penuh pada bulan Mei meskipun ada pengurangan produksi.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga, menyampaikan bahwa langkah pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+ tentu berdampak kepada melambungnya harga minyak. "Karena kecenderungan demand selalu naik sedangkan salah satu sumber supply-nya terpangkas," ujarnya kepada Katadata.co.id pada Senin (10/4).

Daymas menambahkan, pemangkasan produksi minyak oleh OPEC+ merupakan langkah yang dilakukan untuk menyetabilkan harga minyak saat ini yang mungkin dirasa rendah. "Ditambah konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina jadi salah satu faktor mengapa OPEC+ perlu mengoreksi harga minyak," ujarnya.

Meski harga minyak cenderung naik usai pemotongan produksi tersebut, Daymas meyakini harga minyak global tak akan naik secara signifikan. "Mengenai batas atas, saya tidak bisa berkomentar banyak, namun saya rasa tidak akan terlalu berdampak langsung begitu banyak," kata Daymas.

Di sisi lain, para investor kini aktif mengamati kemajuan pembicaraan antara Irak dan Kurdistan untuk memulai kembali ekspor minyak utara yang dapat membawa minyak mentah lebih ke pasar global.

Goldman Sachs memperkirakan langkah OPEC+ memangkas produksi minyak lebih lanjut akan mengantarkan harga minyak ke level US$ 95 per barel pada akhir tahun ini dan menjadi US$ 100 per barel pada April 2024.

Sebaliknya, global head of commodities research di Citigroup, Ed Morse, mengatakan bahwa dibutuhkan pemangkasan produksi yang lebih besar dari yang direncanakan OPEC+ untuk mengantarkan harga minyak kembali ke level lUS$ 100 per barel.

"Ada skenario harga minyak US$ 100 per barel, tapi kita sama sekali belum mendekati level itu. Pertumbuhan pasokan minyak Amerika dan ketidakpastian permintaan energi Cina akan menjaga keseimbangan pasar," ujarnya seperti dikutip Bloomberg.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu