Keterbatasan Rig Hambat Target Pengeboran Sumur Migas, Ini Penyebabnya

SKK Migas
Ppengeboran sumur eksplorasi Nuri-1X yang berada di Dusun Plambayan, Provinsi Riau (29/12/2022).
11/4/2023, 14.34 WIB

Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia atau APMI menyampaikan bahwa besaran keperluan investasi operasi pengeboran berdampak pada minimnya ketersedian rig pada sektor industri hulu migas domestik.

Ketua Umum APMI, Suprijonggo Santoso, mengatakan pengadaan rig memerlukan investasi yang cukup besar yang meliputi pembeliaan barang kapital utama maupun biaya pemeliharaan peralatan hingga biaya operasi, termasuk operator sumber daya manusia.

"Sehingga perusahaan pemboran dihadapkan pada isu utama yaitu tentang pengembalian modal dan juga cash flow pada saat operasi," kata Santoso kepada Katadata.co.id melalui lewat pesan singkat WhatsApp pada Selasa (11/4).

Pernyataan Santoso sekaligus menanggapi adanya laporan SKK Migas yang mencatat kebutuhan 150 rig atau alat pengebor untuk memenuhi target pengeboran 991 sumur pengembangan dan 57 sumur eksplorasi sepanjang tahun 2030. Namun hingga triwulan I baru tersedia 111 rig.

Tarif Harian Operasi

Guna menekan beban pengadaan rig, APMI telah mengeluarkan tarif harian operasi (THO) untuk pekerjaan rig dengan harapan bisa digunakan sebagai rujukan bagi perusahaan pemboran maupun oleh perusahaan minyak dalam melakukan proses pelelangan dan kontrak pengadaan rig.

"THO dibuat berdasarkan kalkulasi bagaimana agar industri jasa rig ini dapat beroperasi secara layak sesuai dengan standar international dan juga sehat secara keuangan bagi industri jasa pemboran," ujar Santoso.

Kendati demikian, kata Santoso, tarif pelelangan maupun kontrak yang berjalan hingga saat jauh di bawah THO yang dibuat APMI. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena penyusunan harga perkiraan mandiri atau owner estimate (OE) yang dibuat oleh perusahaan minyak berada jauh di bawah THO.

"Sementara itu banyak perusahaan jasa pemboran yang dalam kondisi kepepet, mau nggak mau mengambil kontrak di bawah THO hanya agar bisa tetep survive untuk membiayai over head tanpa ada sisa untuk melakukan pemeliharaan peralatan maupun investasi baru," ujar Santoso.

Santoso mengatakan persoalan tersebut sudah berjalan lama sehingga satu persatu perusahaan jasa pemboran gulung tikar. Kondisi seperti saat ini terjadi di mana permintaan meningkat namun pasokan rig menurun.

Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan menjadi bumerang di masa mendatang karena tidak ada satupun perusahaan jasa pemboran yang bisa bertahan.

"Untuk itu APMI memohon kepada perusahaan minyak untuk dapatnya menggunakan THO yang dikeluarkan oleh APMI setiap tahun sebagai rujukan dalam penyusunan owner estimate dan proses pelelangan hingga kontrak," kata Santoso.

Implementasi THO para proses pelelangan dan kontak pengadaan rig dinilai bisa memberikan dampak positif bagi keseluruhan industri migas di dalam negeri, baik dari sisi perusahaan minyak maupun jasa pemboran.

"Kalau kita mau jujur paling mudah adalah melihat profit tahunan perusahaan miyak yang luar biasa besarnya. Sementara itu, profit perusahaan jasa pemboran rata-rata dalam posisi negatif atau setidaknnya break even point," ujarnya.

"Hal ini menunjukkan kondisi yang kurang sehat dalam membangun keseluruhan industri migas nasional yang kuat dan berkelanjutan," ujarnya lagi.

Capaian Rendah Pengeboran Sumur Migas

Sebelumnya, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi Suryodipuro mengatakan, keterbatasan penyediaan rig ikut mengerek biaya sewa, terutama untuk rig pengeboran di wilayah migas lepas pantai atau offshore.

"Tentu saja karena kondisi global yang mengalami peningkatan kegiatan sejak tahun lalu, menyebabkan ketersediaan rig di Indonesia menjadi terbatas," kata Hudi beberapa waktu lalu, Kamis (6/4).

SKK Migas melaporkan penyelesaian 169 pengeboran sumur pengembangan migas hingga Maret tahun ini. Capaian tersebut berada di kisaran 17% dari target 991 pengeboran sampai akhir tahun.

Deputi Eksploitasi SKK Migas, Wahju Wibowo, menyampaikan pihaknya bersama PT Pertamina tengah merancang recovery plan atau rencana pemulihan untuk mengerek realisasi pengeboran sumur pengembangan. Adapun sumur pengembangan merupakan sumur yang dibor pada suatu lapangan minyak eksisting.

"Karena yang paling banyak terlambat itu Pertamina grup, maka kami insentif melakukan recovery plan dengan mereka, dan mereka komitmen untuk menyelesaikan apa yang sudah disepakati," kata Wahju di Kantor SKK Migas Jakarta, Rabu (5/4).

Di sisi lain, PT Pertamina menyampaikan telah memenuhi kontrak pada pengadaan fasilitas menara bor atau rig sepanjang 2023. Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Wiko Migantoro mengklaim, perusahaan migas pelat merah itu sudah mengunci komitmen 73 rig telah terpasang dari target 79 rig hingga akhir tahun.

"Mungkin 150 itu untuk seluruh Indonesia, kalau Pertamina 73 rig sudah in place, sampai akhir tahun nanti 79 rig," kata Wiko saat ditemui di Gedung Nusantara I Jakarta pada Senin (10/4).

Wiko melaporkan, perseroan mengerek belanja modal menjadi US$ 5,7 miliar atau sekira Rp 84,9 triliun pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) 2023. Besaran ini lebih tinggi 44% dari realisasi capex 2022 senilai US$ 3,2 miliar.

Besaran belanja modal tersebut dimanfaatkan untuk mendongkrak kegiatan pengangkutan migas di seluruh perusahaan Pertamina grup dengan pengadaan 73 rig pengeboran dan 133 well intervention rig.

Hingga Maret, PHE sudah mengalokasikan US$ 431 juta belanja modal tahunan. "Diharapkan pada 2023 kontribusi produksi PHE menjadi 68% minyak dan 4% di gas nasional," ujar Wiko.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu