Harga Minyak Naik hingga Lebih 2% Dipengaruhi Data Inflasi AS dan Cina

Dok. Chevron
Ilustrasi pengeboran migas.
Penulis: Happy Fajrian
12/4/2023, 06.38 WIB

Harga minyak naik hingga lebih dari 2% pada Selasa (11/4) atau Rabu (12/4) waktu Indonesia, didorong harapan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve atau The Fed akan sedikit melonggarkan kebijakan pengetatan moneternya, meskipun masih diliputi kekhawatiran atas pelemahan permintaan Cina.

The Fed diharapkan hanya menaikkan suku bunga tak lebih dari 25 basis poin (bps) seiring penantian data inflasi AS yang akan diumumkan hari ini, yang akan membuat harga minyak dalam dolar lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

“Prospek permintaan minyak mentah jangka pendek akan lebih jelas pekan ini, apakah ekonomi AS melangkah atau akan melompat masuk ke dalam resesi,” kata analis senior OANDA Edward Moya, seperti dikutip Reuters.

Harga minyak Brent berakhir naik US$ 1,43 atau 1,7% menjadi US$ 85,61 per barel, sedangkan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI), naik US$ 1,79 atau 2,2% menjadi US$ 81,53 per barel. Dua harga minyak acuan global ini relatif stabil di kisaran tersebut dalam beberapa waktu terakhir.

Investor lebih optimis bahwa Federal Reserve AS semakin dekat untuk mengakhiri siklus kenaikan suku bunga, membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

“Prospek Fed menaikkan suku bunga acuan hanya sekali lagi dan dalam kenaikan 25 bps merupakan titik awal yang berguna tetapi jalur kebijakan bank sentral akan bergantung pada data inflasi,” kata Presiden Fed New York John Williams.

Laporan inflasi AS yang akan dirilis pada hari ini diharapkan dapat membantu investor mengukur lintasan jangka pendek untuk suku bunga.

Namun, data dari Cina menunjukkan inflasi konsumen pada bulan Maret naik pada laju paling lambat sejak September 2021, menunjukkan pelemahan permintaan berlanjut dalam pemulihan ekonomi yang tidak merata.

“Indeks Harga Konsumen (IHK) Cina Maret lebih rendah dari yang diharapkan, yang dapat mendorong pemerintah Cina untuk lebih merangsang ekonomi,” kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.

Minyak berjangka telah naik sekitar 7% sejak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia mengejutkan pasar pekan lalu dengan pemotongan lebih lanjut target produksi mulai Mei.

Energy Information Administration (EIA) AS memperkirakan tingkat produksi minyak OPEC akan turun 500.000 bph pada 2023, kemudian naik 1 juta bph pada 2024, setelah perjanjian produksi berakhir. “Total produksi bahan bakar cair non-OPEC diperkirakan tumbuh 1,9 juta bph pada 2023 dan 1 juta bph pada 2024,” kata EIA.

Di Prancis, dimulainya kembali kilang terakhir dari empat kilang domestik yang ditutup oleh pemogokan selama sebulan menandakan kemungkinan dorongan permintaan minyak.

Sedangkan dari sisi pasokan AS, data industri tentang stok minyak mentah AS akan dirilis pada hari Selasa. Perkiraan rata-rata dari lima analis yang disurvei oleh Reuters adalah persediaan minyak mentah turun sekitar 1,3 juta barel dalam sepekan hingga 7 April.