Freeport-McMoRan Inc, salah satu perusahaan tambang tembaga terbesar di dunia, mengumumkan laporan keuangan untuk kuartal I-2023.
Pada tiga bulan pertama tahun ini, perusahaan masih membukukan laba bersih di tengah melambatnya laju produksi. Meski masih membukukan keuntungan, namun laba Freeport-McMoran turun tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Mengutip Mining.com, Sabtu (22/4), perusahaan melaporkan laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham sebesar US$ 663 juta, atau Rp 9,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.936 per US$).
Pencapaian ini turun 56,66% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana Freeport mencatatkan laba sebesar US$ 1,53 miliar.
Sepanjang kuartal pertama, produksi Freeport-McMoRan secara global memang turun, ditambah lagi harga komoditas tambang tercatat rendah di tengah tanda-tanda perlambatan ekonomi.
Pada Februari lalu, perusahaan terpaksa menghentikan operasi di tambang Grasberg, yang dioperasikan oleh anak usahanya PT Freeport Indonesia,, selama lebih dari dua minggu setelah tambang dilanda banjir.
Ini membuat produksi tembaga perusahaan pada kuartal tersebut turun menjadi 965 juta pound dari 1,01 miliar pound setahun sebelumnya. Sementara, realisasi harga tembaga rata-rata berada di level US$ 4,11 per pon pada kuartal I-2023, dibandingkan dengan US$ 4,66 setahun sebelumnya.
Harga tembaga yang lebih rendah sekitar 10% selama kuartal pertama, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, disebabkan oleh pemulihan ekonomi China yang lebih lambat dari perkiraan.
Lambannya pemulihan ekonomi di China selaku konsumen utama ini, ditambah dengan tanda-tanda perlambatan kegiatan ekonomi global, menekan harga komoditas tembaga. Pada akhirnya, faktor-faktor ini membuat laba Freeport-McMoRan turun tajam.