Kementerian ESDM memastikan konsorsium baru pengelolaan Proyek Abadi LNG Blok Masela mulai terbentuk pada Juni 2023. Konsorsium itu beranggotakan Pertamina yang mengakuisisi 35% hak pastisipasi pengelolaan yang dilepas oleh Shell, dan Inpex Corporation sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas Blok Masela.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, Pertamina secara mandiri akan mengambil 35% saham yang dilepas oleh Shell.
"Awal Juni sudah ada keputusan. Sudah ada mitra dan konsorsium baru," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (5/5).
Meski sudah ditetapkan sebagai tokoh tunggal dalam proses akuisisi 35% saham milik Shell itu, Pertamina kemungkinan besar akan menggadeng perusahaan migas internasional untuk bergabung ke dalam konsorsium bersama Inpex.
Perusahaan migas asal Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas menjadi perusahaan migas yang tertarik dengan pengembangan lapangan yang memiliki cadangan gas sebesar 4 triliun kaki kubik (TCF) tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Arifin juga belum bisa memberi perincian perihal berapa besaran nilai dari prosesi alih aset yang diajukan oleh Pertamina di dalam rencana pengajuan tersebut. "Itu rahasia internal, mereka masih B to B. Kalau sudah deal, angkanya pasti diumumkan," ujar Arifin.
SKK Migas pernah menyampaikan bahwa Pertamina perlu menyiapkan US$ 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun untuk mengakuisisi 35% PI Shell di Blok Masela. Besaran itu menghitung pengeluaran Shell saat mengelola Blok Masela, yakni US$ 875 juta untuk PI 35% dan US$ 700 juta untuk investasi.
Adanya tambahan fasilitas teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS) di Proyek LNG Masela berdampak pada biaya proyek yang membengkak sebesar US$ 1,4 miliar atau Rp 21 triliun. CSS merupakan salah satu poin yang krusial dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) bersama pengembangan Blok Masela.