Pinjaman Rp 1,47 T Kilang Balikpapan dari Bank EXIM AS Menuai Kritik

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, dua orang petugas melintas di area Refinery Unit V Pertamina Balikpapan Kalimantan Timur (22/7).
Penulis: Agung Jatmiko
13/5/2023, 14.25 WIB

Pada pertemuan tertutup Kamis (11/5), Dewan Direksi Bank Ekspor-Impor Amerika Serikat atau US EXIM Bank menyetujui pemberian pinjaman untuk mendukung proyek ekspansi Kilang Balikpapan yang dioperasikan anak usaha PT Pertamina.

Dewan direksi US EXIM Bank memutuskan untuk menyediakan pinjaman sebesar US$ 99,7 juta atau setara dengan Rp 1,47 triliun (asumsi kurs Rp 14.844,45 per US$) dalam pembiayaan ekspor untuk memperluas kilang milik PT Kilang Pertamina Balikpapan.

"Pinjaman ini akan memungkinkan Indonesia untuk secara substansial mengurangi ketergantungannya pada impor bahan bakar sambil meningkatkan ke standar yang lebih bersih", kata Presiden Direktur US EXIM Bank Reta Jo, dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (13/5).

Ekspansi Kilang Balikpapan telah diklasifikasikan oleh Pemerintah Indonesia, selaku mitra strategis AS, sebagai salah satu proyek strategis. Indonesia saat ini mengimpor 70% bahan bakar minyak (BBM) dan telah terkena fluktuasi harga yang dramatis untuk bahan bakar impor sejak awal perang di Ukraina.

Proyek ini menjalani tinjauan kelayakan dan penyelarasan dengan prosedur dan pedoman uji tuntas lingkungan dan sosial dari US EXIM Bank, yang harus dipatuhi sepanjang masa transaksi.

Keputusan US EXIM Bank menyetujui pemberian pinjaman ini menuai kritik dari berbagai organisasi lingkungan. Kritik utamanya ditujukan kepada Presiden AS Joe Biden. Sebab, persetujuan pembiayaan Kilang Balikpapan ini dibuat saat Biden bersiap menghadiri KTT G7 di Hiroshima, Jepang, pada 19 Mei.

Tahun lalu G7 mengadopsi ikrar yang hampir identik dengan Pernyataan Glasgow, yakni menegaskan kembali komitmen bersama untuk mengakhiri pembiayaan publik internasional untuk bahan bakar fosil.

Persetujuan pembiayaan AS untuk kilang minyak Indonesia, dinilai sebagai sikap inkonsistensi dari pemerintah AS. Pasalnya, US EXIM Bank merupakan salah satu agensi di bawah pemerintah federal AS, yang seharusnya memiliki kebijakan yang selaras dengan White House.

Mengutip priceofoil.org, proyek ekspansi Kilang Balikpapan dinilai bertentangan dengan skenario net zero emission yang dicetuskan Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA). Badan ini memperingatkan bahwa bahkan untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5ºC, permintaan minyak harus turun, dan ini mengarah pada penutupan kilang minyak.

Artinya, perluasan Kilang Balikpapan tidak hanya tidak sesuai dengan tujuan iklim, tetapi juga berisiko secara finansial, dengan risiko tinggi bahwa proyek tersebut akan menjadi aset yang terdampar.

Anggota Natural Resources Defense Council Shruti Shukla mengatakan, pendanaan ekspansi Kilang Balikpapan bertentangan dengan upaya internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Indonesia.

"Yang memprihatinkan adalah bahwa ini memberikan sinyal kepada proyek minyak dan gas lainnya di wilayah tersebut bahwa mereka masih dapat menemukan pembiayaan dari lembaga seperti US EXIM Bank untuk setiap ekspansi di masa mendatang," kata Shukla, dikutip dari npr.org.