Harga minyak mentah berjangka turun pada akhir perdagangan Selasa (16/5) atau pagi dinihari waktu Indonesia. Harga ini berbalik melemah dari kenaikan sesi sebelumnya karena tersulut kekhawatiran tentang prospek permintaan dan ketidakpastian atas plafon utang di Amerika Serikat (AS).
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni turun 0,25 dolar AS atau 0,35 persen. Penurunan ini membuat harga menetap di 70,86 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli merosot 0,32 dolar AS atau 0,43 persen. Pada penutupan perdagangan Brent ditutup pada level 74,91 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Penjualan ritel AS yang lebih lemah dari perkiraan pada April merusak sentimen pasar. Ditambah lagi adanya ketidakpastian pertemuan kedua antara Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin kongres pada Selasa waktu setempat.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Biro Sensus AS pada Selasa (16/5), penjualan ritel dan jasa-jasa makanan AS pada April meningkat 0,4 persen bulan ke bulan. Nilai ini lebih rendah dari perkiraan konsensus 0,7 persen.
Pelemahan harga minyak justru terjadi setelah Departemen Energi AS pada Senin (15/5) mengumumkan pembelian hingga 3 juta barel minyak mentah untuk cadangan minyak mentah strategis (SPR). Langkah pemerintah Amerika Serikat ini rupanya tak berdampak banyak pada pasar.
"Sekarang jika rencananya membeli kembali 3 juta barel per bulan akan memakan waktu sekitar lima tahun untuk menggantikan 180 juta barel," kata Phil Flynn, analis senior di The Price Futures Group.
AS melepaskan sekitar 180 juta barel minyak mentah dari cadangan minyak bumi strategisnya pada tahun 2022 menyusul gangguan pasokan minyak akibat krisis Ukraina. Sementara itu, menurut perkiraan S&P Global persediaan minyak mentah komersial AS turun 1,015 juta barel dalam pekan yang berakhir 12 Mei.
Badan Informasi Energi AS akan mengeluarkan laporan persediaan minyak mingguannya pada Rabu waktu setempat.